“Cinderella Complex dan Peterpan Syndrome”

cinder dan peter

“Cinderella Complex dan Peterpan Syndrome” untuk mempersiapkan diri menjadi orangtua sejak sebelum menikah dan bagi yang sudah menikah serta bagi yang sudah punya anak pun ini sangat penting untuk memperbaiki diri dan menyiapkan anak-anak agar tidak terjebak pada dua gangguan ini. Istilah Cinderella Complex (CC) dan Peter Pan Syndrome (PS) pertama kali saya dengar dari seorang psikolog senior, ibu Elly Risman saat beliau memberikan nasehat pernikahan untuk Mba Shakina (putri pembina FIM, Bapak Buchori Nasution).

The Cinderella Complex (CC) :
Wanita yang terkena Cinderella Complex (CC) pada umumnya, merasakan ketakutan yang luar biasa untuk menjadi mandiri dan cenderung mencari perlindungan dari seorang pria yang ia anggap sebagai pangeran. Cinderella Complex (CC) adalah penyakit psikologis yang umumnya diderita oleh perempuan. Masih ingatkah dengan kartun tokoh Cinderella? Tokoh yang menceritakan tentang seorang gadis yang disiksa oleh ibu tirinya dan kedua saudara tirinya. Tokoh kartun Cinderella, dalam hidupnya selalu mendambakan kehadiran penyelamat dalam wujud seorang pangeran tampan yang akan memberikan kehidupan yang lebih baik daripada bersama dengan ibu dan kedua saudara tirinya.

Ciri-ciri Penderita Cinderella Complex (CC) :
– Antara usia biologis dengan usia kematangan mental-emotional, terpaut jauh (orang dewasa yang kekanak-kanakan).
– Sangat bergantung pada orang lain, bak parasite.
– Kala mulai berpacaran dan menikah, mereka berharap hidup mereka akan selalu dilindungi dan dijaga.
– Sangat rapuh, terutama dalam menghadapi tekanan dan masalah hidup.
– Di kalangan umum, penyakit ini juga di kenal sebagai Syndrome Umur 20, Syndrome Umur 21, Syndrome Umur 22, dan seterusnya selama wanita itu addicted dengan khayalan akan bertemu dengan pangeran impiannya, sebagaimana yang terjadi di dalam dongeng Cinderella.
– Hal ini juga terjadi pada wanita yang sudah menikah yang takut sang “pangeran” yang jadi suaminya akan pergi dan ia harus “mandri” dalam mengatasi persoalan rumah tangga.

Peterpan Syndrome (PS) :
Penyakit psikologis ini pada umumnya diderita oleh laki-laki, yang mana keadaan laki-laki tersebut menolak untuk menjadi dewasa dan cenderung bersikap manja. Masih ingatkah kalian tokoh kartun Peter Pan? Tokoh kartun yang di tulis oleh J.M. Barrie (1860-1937) merupakan sosok anak kecil yang menolak untuk menjadi dewasa dan lebih memilih untuk menjadi anak-anak agar bisa terus bermain.
Peterpan Syndrome (PS), berawal dari pengaruh keturunan atau lingkungan yang membentuk/membuat pola pikirnya seperti anak anak. Pria yang terkena Peterpan Syndrome umumnya mencari pasangan wanita yang memiliki sifat ke-Ibuan, agar dengan mudah mencari perlindungan dan bermanja-manja. Apabila ia tidak mendapatkan apa yang dia inginkan, ia akan cenderung membanding-bandingkan dengan Ibunya atau dengan wanita lain.

Ciri-ciri Penderita Peterpan Syndrome (PS) :
– Cenderung tidak bertanggung jawab, manja dan tidak suka bekerja keras;
– Sulit untuk berkomitmen dan senang memanipulasi;
– Menyukai dirinya sendri secara berlebihan/narsis/tebar pesona;
– Dependency (bahkan hingga yang terkecil);
– Tidak bisa menerima kritik dan kurang percaya diri;
– Menolak hubungan dengan lawan jenis.
Sindrom ini biasanya mempengaruhi orang-orang yang tidak mau atau merasa tidak mampu untuk tumbuh menjadi orang dewasa, dalam hal ini pemikirannya masih seperti anak-anak. Umumnya, ia tidak mampu tumbuh dan mengambil tanggung jawab sebagai orang dewasa serta menikmati dirinya sebagai anak atau remaja bahkan ketika sudah berusia lebih dari 30 tahun. Yang paling mengerikan tampak pada pria gay yang cenderung memiliki sindrom Peter Pan. Beberapa tidak pernah menjadi dewasa (“Because gay men tend to have peterpan syndrome. Some never grow up”).

Kesalahan orang tua dalam mengasuh anaknya hingga menyebabkan Peterpan Syndrome (PS) dan Cinderella Complex (CC), misalnya:
– Orang tua terlalu memanjakan anaknya;
– Orang tua yang terlalu melindungi anaknya;
– Orang tua yang tidak membangun jiwa berpikir, memilih, dan mengambil keputusan pada anaknya.
Selain itu, hal ini juga dipengaruhi oleh :
– Ketidaksiapan pasangan muda untuk menjadi orang tua;
– Orang tua yang dulunya tidak terlalu dimanjakan orang tuanya, sehingga memilih jalan untuk memanjakan anak dengan berlebihan berharap anaknya mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
– Orang tua yang memiliki prinsip yang berbeda dalam mengasuh anak, sehingga anak cenderung mengambil jalan tengah dengan cara yang salah;
– Pasangan yang lama sekali baru dikaruniai anak.

Mengatasi Peterpan Syndrome (PS) and Cinderella Complex (CC) ?
Seseorang pria dengan Peterpan Syndrome akan mencari wanita yang bersifat keibuan, dan seorang wanita dengan Cinderella Complex akan mencari pria yang bisa mengayomi dan melindunginya. Jadi, selama mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan tentu saja itu bukan masalah untuk keduanya. Kita harus memahami sifat dari penderita penyakit psikologis tersebut. Seperti halnya ketika anda ingin diterima dalam masyarakat maka anda harus berusaha menerima orang lain. Untuk penyembuhan kedua sindrom ini, harus ada kemauan dari penderita untuk melawan penyakit psikologis tersebut. Karena, tentu saja tidak mungkin bagi mereka untuk terus bergantung pada orang lain. Penderita setidaknya harus berada pada lingkungan yang mendukung mereka untuk terlepas dari penyakit psikologis tersebut.
Bagi pasangan yang sudah menikah dan mempunyai anak, cobalah untuk tidak terlalu memanjakan anak. Karena, anak terlalu mudah untuk menyerap semua informasi yang kita sampaikan secara langsung maupun tidak langsung, sehingga akan mempengaruhi pola berpikirnya ketika ia sudah dewasa. Dan bagi pasangan yang belum menikah atau baru menikah, cobalah untuk benar-benar memahami pasangan anda dan yakinkan pada diri anda bahwa anda menerima mereka apa adanya. Satu-satunya solusi untuk kondisi ini adalah memberikan perlakuan psikologis yang tepat, dalam hal ini tidak terlalu memanjakan anak tapi harus membimbingnya sesuai dengan usianya.

Questions and Answer :
1. Prinsip pengasuhan yang berbeda yang dilakukan oleh sepasang suami istri juga mempengaruhi terjadinya CC dan PS. Apakah yang dimaksud dengan perbedaan cara pengasuhan ini hanya terkait memanjakan anak saja atau ada yg lainnya?
Yang dimaksud dengen perbedaan cara pengasuhan yakni: Perbedaan pengasuhan dari pihak-pihak yang terlibat. Misalnya gaya pengasuhan ayah otoriter yang banyak aturan dan keras sementara ibunya permisif yang serba boleh dan memanjakan. Contoh sederhana, ibu melarang anak makan es krim, ayah malah beliin. Atau sering juga datang dari pihak lain di luar orang tua. Misalnya: ayah dan bunda sudah kompak ngajarin kontrol diri ke anak dengan tidak memenuhi semua permintaan anak. Eh, nenek dan kakek malah beliin, atau malah marahin ayah dan bunda yang tidak mau membelikan permintaan si cucu. Intinya tidak kompak dalam menerapkan pola asuh atau aturan-aturan dalam pengasuhan.
Dari penerapan pola yang tidak kompak ini akhirnya anak memilih ‘jalan tengah’ yang artinya, sikap anak tidak seperti harapan keduanya. Anak yang dibesarkan dengan pola asuh yang tidak konsisten dari orang tua atau orang-orang diluar dari orang tuanya tersebut, memiliki kecenderungan anak kurang memiliki kontrol terhadap diri mereka sendiri karena, anak menjadi bingung dengan aturan yang diterapkan berbeda.
Seperti halnya anak dalam tahap menuju dewasa atau pada waktu dewasa biasanya orang tua menaruh harapan kepada anak tersebut untuk memiliki tanggung jawab, mandiri dll. Sementara orang tua yang biasanya permisif atau memanjakan anak pada akhirnya menuntut harapannya terhadap anak yang menurut mereka ideal pada saat menuju dewasa atau pada waktu dewasa. Namun, anak merasa orang tuanya tidak lagi saying padanya (karena tuntutan-tuntutan tersebut) yang mengakibatkan anak marah terhadap orang tuanya.

2. Jika CC dan PS ini terjadi pada pasangan bagaimana mengatasinya?
Kalau belum menikah, coba tanya diri sendiri. Sanggupkah menghadapinya? Dan bagi yang sudah menikah, mau tak mau harus terima dulu keadaaannya. Baru pelan-pelan ajak diskusi untuk memperbaiki diri dan yang paling penting adalah: harus ada kesadaran dari yang bersangkutan untuk berubah. Kalau tidak mempunyai kesadaran untuk berubah akan sulit. kalau ada kemauan, pasti ada jalan. Akan tetapi biasanya gangguan ini baru disadari setelah usia dewasa (diatas 20 tahun). Biasanya butuh penanganan klinis, artinya butuh terapi psikologis.

3. Apakah setiap orang dengan CC/PS itu menderita? karena, biasanya ada yang mengalami CC/PS tapi dirinya tidak menyadari.
“Orang yang mengalami gangguan ini tidak akan merasakan penderitaan. Asalkan kebutuhan mereka untuk dilayani dan dimanjakan dengan baik serta tidak dituntut untuk memenuhi tugas-tugas yang mereka tidak sukai. Pada dasarnya, mereka memang cenderung tidak menyadari bahwa mereka terkena PS/CC tersebut, sehingga ketika tidak bisa mengerjakan sesuatu atau memenuhi tugas mereka bakal menyalahkan keadaan atau menghindari dan berharap ada penyelamat yang akan menyelesaikan masalah mereka.”

4. Bagaimana cara menyikapi seseorang dengan CC/PS yang memiliki adversity quotion baik, akan tetapi dalam keadaan tertentu dapat berbalik 180 derajat lebih buruk ketika ia teringat hal-hal yang membuatnya berada pada kondisi CC/PS?
“Seseorang yang mengalami CC/PS Pastinya akan kambuh kalau belum tuntas penanganan. Itulah makanya dalam penanganan psikologi ada istilah harus berdamai dengan masa lalu.”

5. Sebagai orang tua pasti tidak mau anaknya menderita/kekurangan sehingga berusaha memberikan apapun terbaik yang dibutuhkan. Pertanyannya, pada umur berapakah (atau saat momen seperti apa) tepatnya seorang anak perlu mendapatkan ‘pelayanan’ orang tua sehingga menghindari CC/PS dimasa mendatang? Mengapa disaat umur/momen itu?
Untuk Pengasuhan sesuai Tahap Usia Anak berdasarkan Nasehat Ali bin Abi Thalib: Usia 7 tahun pertama perlakukan lah anak sebagai raja, tapi jangan kebablasan. Pada 7 tahun ke dua (7 sampai 14) perlakukan anak sebagai tawanan yang artinya si anak perlu dikontrol, diajarin tentang kemandirian dan bertanggung jawab atas dirinya dan peduli pada sekelilingnya. Sehingga pada 7 tahun berikutnya dan seterusnya, anak menjadi dewasa seutuhnya. menjadi sahabat orangtua, tempat berbagi dan bisa menjadi tempat bertanya juga.

6. Sebenarnya terminologi dua hal ini saya temui dulu di suatu artikel, tapi belum pernah saya baca di PPDGJ maupun DSM. Di pendekatan psikologi sendiri apakah pernah melakukan psikoanalis dan psikoterapi pada penderita kedua hal ini? Kalau pernah bagaimana prosesnya?
Sebelum masuk kepertanyaan (agar pembaca lebih mengerti terhadap kedua istilah tersebut), DSM merupakan singkatan dari Diagnostic and Statistical Manual dan PPDGJ merupakan singkatan dari Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa. Keduanya merupakan kitab manual atau panduan untuk psikolog membuat diagnosis terhadap klien.
Dan untuk jawaban terkait pendekatannya menggunakan Prinsip Cognitive Behavior Therapy. Pada Prinsipnya CC dan PS mirip dengan gangguan dependent. Jadi, untuk penanganannya mirip. Setidaknya ini yang saya pakai ke klien saya waktu itu namun berhubung tidak tuntas di saya maka, klien saya rujuk ke psikolog dewasa yang memakai Prinsip tersebut juga.

7. Kalau kita punya hubungan sama anak pengidap CC/PS maka pendekatan apa yang harus dilakukan agar orang tersebut menjauhi sifat tersebut sebelum ke psikolog? Misalnya punya pacar tapi ternyata diketahui dia CC/PS Penanganannya seperti apa? karena tidak mungkin kita meninggalkan mereka hanya karena ini.
Kalau masih statusnya berpacaran maka, masih memungkinkan untuk meninggalkan hubungan pacaran karena ini. Ada hal yang lebih ekstrem, yakni dimana Klien saya sampai bercerai karena tidak tahan dengan suami yang memiliki PS ini. Kalau kita kuat, siap dan tabah menghadapi segala harapan para cinderella dan peterpan ini, maka kita perlu pelan-pelan memberikan pengertian dan semangat untuk menyadari bahwa dia mengalami gangguan ini dan selanjutnya berikan motivasi mereka untuk jalani terapi/berubah. Akan sangat baik jika dari pribadi kita dulu ngecek, apakah kita termasuk CC atau PS. Jika kesadaran datang dari penderita, maka kekuatan untuk sembuh akan lebih tinggi. Motivasi intrinsik lebih baik daripada motivasi ekstrinsik.

8. Bagaimana cara self-diagnose kita termasuk CC/PS?
Self awareness harus kuat dulu. Coba aja dikira-kira terlebih dulu apakah karakteristik CC / PS ada pada diri kita atau tidak. Selanjutnya perlu bertanya kepada orang-orang terdekat misal teman atau saudara terdekat.
Kalau dari pengalaman klien saya yang Cinderella Complex (CC): dia merasa tidak becus dalam urusan rumah tangga. Padahal di sekolah sampai kerja dia selalu berprestasi. Dia takut suaminya benci sama dia karena dia gak tau apa-apa dalam mengurus rumah dan mengasuh anak. Dia merasa dirinya kayak anak kecil. Bahkan saat saya bertanya, kalau memang dia merasa kayak anak kecil, setara usia berapakah dia? Dia menjawab 8 tahun, padahal waktu itu dia berumur 32 tahun.
Sedangkan, untuk pengalaman klien Peter Pan Syndrome (PS): tepatnya seorang bapak-bapak yang diceraikan oleh istrinya. Dengan alasan karena mantan suaminya itu dalam memutuskan urusan rumah tangga selalu bertanya pada ibunya. Apa-apa tanya ibunya. Jadi, istrinya makan ati. Dalam budaya Minang, suami tinggal dirumah isteri akan tetapi, suami terikat banget dalam hal pengambilan keputusan bersama ibunya bukan isterinya.

9. Tadi disebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi Cinderella Complex dan Peter Pan Syndrome adalah lamanya orang tua memiliki anak. Memang yang namanya anak merupakan amanah yang tidak bisa diminta. Namun akhir-akhir ini saya menemui beberapa keluarga baru yang berniat menunda. Saya percaya dari masing-masing mereka memiliki alasan yang kuat. Misal: karena keadaan ekonomi, masih mengejar impian, atau ada juga karena takut melahirkan. Bahkan menggunakan kontrasepsi (pil dan suntik) sejak awal pernikahan.

a. Hal yang demikian ini, apakah salah satu akibat yang dulunya mereka (para pasangan baru) terkena CC dan PS?

Bisa jadi. Kalau tidak mau punya anak karena tidak mau repot alias tidak mau tanggung jawab. Tapi kalau alasan kesehatan, berbeda ya.

b. Atau penundaan seperti itu nanti memungkinkan akan menyebabkan CC dan PS pada anak-anak mereka?

Kalau ditunda terus dan pada saat mereka mempunyai anak jadi over memanjakan anak, iya bakal jadi faktor resiko penyebab CC dan PS. Tapi kalau menunda dengan alasan mempersiapkan diri dan pada saat mempunyai anak bisa memberikan pengasuhan yang tepat dan patut sesuai usia anak, justru ini bagus. Artinya mereka matang sebagai orangtua.

c. Sebenarnya, kita bisa memberikan pemahaman kepada anak-anak kita kelak, tentang fitrah mereka masing-masing itu semenjak kapan? Misal anak kita perempuan, kita mulai memberikan pemahaman bahwa sudah fitrahnya mengandung juga melahirkan, begitu juga dengan laki-laki, kelak dia adalah tulang punggung keluarga yang harus bertanggungjawab.

Semenjak dia bisa bicara, artinya otak manusia alias neocortex udah berfungsi. Rajin lah mengajak anak untuk mengobrol dan jangan males menjawab pertanyaan anak. Pastinya pertanyaan anak tidak langsung rumit, biasanya berkembang sesuai dengan stimulasi yang diberikan orangtua dan lingkungan.

10. Apakah dari ciri-ciri penyakit Cinderella Complex (CC) dan Peter Pan Syndrome (PS) yang sudah disebutkan tadi harus semua unsurnya terpenuhi dulu atau salah satu/dua perilaku kita seperti indikasi penyakit tadi kita sudah disebut sebagai Cinderella Complex (CC) / Peter Pan Syndrome (PS)?
Nah itulah kelemahan gangguan CC dan PS ini. Tidak ada di DSM (Diagnostic and Statistical Manual) atau PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa) yang ada aturan untuk mendiagnosis. Tetapi ketika ada ciri-ciri lebih dari dua dari penyakit CC/PS, silahkan mewaspadai keadaan tersebut. Segera diperbaiki diri. Karena pada dasarnya semua ciri-ciri CC dan PS ini tidak ideal untuk orang dewasa. Artinya, hal ini merupakan jiwa anak-anak yang belum tuntas dalam diri kita. Mungkin ini lah yang dikatakan innerchild.
11. karena CC dan PS ini tidak ada di dalam DSM / PPDGJ, bagaimana cara seorang psikolog mendiagnosis kliennya yang terkena CC dan PS ini? Apakah psikolog menilai klien yang terkena CC dan PS berdasarkan pada cerita kliennya pada saat proses konseling?
Sebelum konseling, biasanya psikolog akan melewati proses assesment seperti wawancara, observasi maupun menggunakan alat-alat tes psikologi. Jadi, lewat assesment hasilnya akan dikaitkan pada ciri-ciri CC / PS dengan gejala yang muncul.

12. Pada teman-teman kita yang sudah terlanjur mengalami Cinderella complex (CC) / Peterpan Syndrome (PS), apa yang bisa kita lakukan untuk membantu mereka keluar dari gangguan tersebut?
Jika dekat dengan mereka coba aja sharing tentang gangguan ini, trus tanya masukan nya apakah diri pribadi kita menurut dia memenuhi kriteria ini kah? Karena kalau kita langsung nembak dia nya yg terindikasi gangguan ini, mereka bakal tersinggung dan justru menghindari. Jangan pernah menasehati kalau tak diminta, pada dasarnya orang dewasa gak siap dinasehati kalah gak dari dirinya sendiri yg memintanya. Maksud baik kita justru bisa dianggap jelek.”

13. Misalkan tanpa kita sadari saat kita menikah dengan seseorang dan ternyata orang tersebut menderita syndrome seperti yang di jelaskan sebelumnya, langkah apa yang perlu kita lakukan terhadap pasangan kita tersebut?
Terima keadaannya, karena kalau kita tidak siap menerima segala kekanak-kanakannya dan langsung menuntut mereka dewasa, yang ada malah menimbulkan permasalahan. Kalau kita sudah menerima, pelan-pelan ajak ngomong dari hati ke hati ketika suasana lagi tenang dan bahagia. Jangan pernah membahas ini jika suasana hati pasangan sedang tidak baik. Jika pasangan sudah menyadari, ajak pasangan untuk berubah, kalau perlu cari bantuan psikologis profesional.
14. Apakah jika pasangan kita terkerna syndrome tersebut dapat mempengaruhi pola pikir kita sebagai pasangannya sehingga kita terkena syndrome yang sama?
CC dan PS tidak menular. Karena ini merupakan gangguan kepribadian yang proses pembentukan dan perkembangan kepribadian dalam waktu yang lama.
15. Kalau kita sadar akan ada kendala CC di kita karena aturan keluarga yang rumit sedangkan mereka (keluarga) tiak sadar dengan itu, malah melakukan tekanan lebih ketika si calon CC mau memutuskan sesuatu. Akhirnya memilih menjadi CC namun ada kekhawatiran yaitu: pertama, berkelanjutan dari CC itu sendiri dan kekhawatiran yang kedua, keluarga tidak berubah dalam mendidik. Apa yang harus CC lakukan ?
Perkuat kesadaran diri (self awareness). Kembangkan diri di lingkungan diluar keluarga, misalnya di rumah tidak pernah kerja beres-beres atau selalu dilayani. Coba hidup mandiri jika memungkinkan nge-Kos. Kalau berteman, sesekali silaturahmi ke keluarga teman yang dia tidak dimanjakan dirumahnya. Nah, belajar untuk mengamati pola interaksi di keluarga tersebut, berempatilah. Jalin hubungan yang akrab dengan orang tua teman-teman kita yang pola asuhnya beda (tidak memanjakan anaknya) dengan orang tua kita.
Latih lah kepekaan terhadap lingkungan sosial. Biasanya CC dan PS ini jiwa atau keinginan untuk melayani rendah. Inisiatif untuk menolong kurang. Nah, hal ini akan terasah jika kita bersedia ikut magang atau kerja dibidang pelayanan. Jadi bekerja sambil kuliah untuk pekerjaan pelayanan tidak saja demi memenuhi kebutuhan finansial, disisi lain magang atau kerja di bagian pelayanan akan membuat kita lebih peka.

16. Bagaimana Cara melatih diri supaya lepas dari CC/PS itu? Karena bagaimanapun sangat mungkin lingkungan tidak mengerti Kita atau tidak mendukung Kita (misal orang tua masih anggap Kita sebagai anak kecil). Akan tetapi, secara personal Kita sudah sadar tiak kecil lagi dan merasa perlu berubah. Apa saja yang perlu dilatih oleh diri sendiri? Kemampuan leadership ? Kemampuan ambil keputusan sendiri ? Atau hal apa?

CC dan PS justru butuh kemampuan jadi follower. Latih diri untuk bekerja pekerjaan yang melayani orang lain. Peduli dan berempati. Tingkatkan kemampuan inisiatif dan bertanggungjawab untuk hal-hal yang diminta. Jangan tunggu disuruh dan diminta orang lain untuk mengerjakan suatu pekerjaan sederhana.
Jika ada kesalahan, bertanggungjawab lah, jangan pernah menyalahkan orang lain atau keadaan diluar diri kita. Latihlah diri untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan atau kerja yang mungkin membuat kita tidak nyaman. Jangan mau yangg enak-enaknya saja.

17. Apakah bisa orang yang merasa terkena CC/PS menterapi secara mandiri sampai tuntas, tanpa harus ke psikolog ?
Bisa saja. Asalkan dia memiliki kesadaran diri yang kuat akan dirinya yang tidak ideal tersebut. Sehingga ketika berusaha berubah, ia pun menyadari hal-hal detail apa saja yang harus diubah.
18. Semisal kalau sudah tahu orang tuanya mendidik anak berbeda pendapat dalam mendidik anak, sebagai kakak yang memiliki adik berusia masih kecil yang tahu di didik seperti itu, bagaimana cara untuk agar adiknya tidak terkena CC/PS?
Coba komunikasikan dengan orang tua. Karena peran orang tua sangat signifikan dalam membentuk jiwa dan kepribadian anak. Selanjutnya, di keluarga harus kompak dalam menerapkan pola pengasuhan dari orang tua atau pun orang dewasa lainnya yang terlibat dalam pengasuhan.

quotes cinder dan peter

(Senin, 20 November 2017; Diskusi FC#4)
Pemantik: YOSI MOLINA, S.Psi. (FIM 2, Dosen Psikologi Universitas Negeri Padang dan Owner Klinik Inspirasi Konsulting Bukittinggi)
Moderator: Ishom Muhammad Drehem – FIM 15
Notulensi: Yuni Amalia – FIM 19

Penyakit TORCH

torch

Notula Diskusi FC#4 PenTing tentang TORCH

🔷🔶🔷🔶🔷🔶🔷🔶

🔊Boomber:  Isti Anindya (Founder Komunitas Peduli TORCH)

🔉Momod: Yulia L FIM 16

🔉Notulis: Taufik A FIM 13

WHAT ????? 🔥🔥🔥

TORCH➡Gabungan dari beberapa infeksi yang berasal dari beberapa protozoa dan virus. Jenis infeksinya merupakan satu kesatuan berdasarkan alasan:

  1. Gejala hampir sama
  2. Memiliki dampak serupa pada pasien dengan positif TORCH
  3. Jenis pasien terutama perempuan jadi ciri penyakit ini

WHEN  🕗🕗🕗

Kapan waktu yang tepat memeriksa TORCH sebagai upaya pencegahan??

⚠ sebelum menikah untuk calon pengantin. Pemuda pasa usia prosuktif yang memiliki keluhan sakit kepala yg tidak dapat diatasi dengan penanganan biasa  dan anak-anak dengan ortu yang sudah dipastikan terinfeksi TORCH.

WHY 🚺🚺

Mengapa TORCH identik dengan penyakit ibu hamil???

⚠ Ibu hamil masih dengan risiko tinggi terkena TORCH karena berkaitan dengan  calon anak yang akan dilahirkan. Selain itu, karena infeksi pada janin juga  dapat terjadi selama kehamilan yg dapat memberikan efek keguguran,  meninggal atau lahir kongenital.

WHO 💂👷🏻💁🏼🙆

Siapa saja yang berpotensi terinfeksi TORCH???

⚠ Berdasarkan pengamatan lapangan siapapun dapat terinfeksi tidak mengenal usia dan jenis kelamin. Padahal dahulu infeksi hanya milik perempuan terutama ibu. Tapi saat ini kasus bisa terkena laki-laki, perempuan, bayi, sampai manula. Semua tetap rentan terinfeksi

WHERE 🏣🏥🏦

Dimana dapat dilakukan pemeriksaan TORCH?

⚠ Jika sebelum pemeriksaan anda konsultasi dengan dokter, ada baiknya meminta rujukan. Jika langsung sendiri, bisa mengunjungi laboratorium swasta yg terstandar nasional untuk hasil yg valid.

HOW 🐹🐭🐱

Bagaimana penularan TORCH??

⚠ TORCH dapat ditularkan melalui transfusi darah, seksual, ASI, makanan yang tidak matang, sayuran yang tidak dicuci bersih, kotoran hewan pembawa TORCH, dll

Infeksi TORCH (Toxoplasma, Rubella Virus, Cytomegalovirus, Herpes Simplex Virus) dikelompokkan berdasarkan manifestasi klinik dan gejala yang hampir sama pada setiap penderitanya.

Kelompok infeksi ini terdiri dari protozoa dan virus yang masih menjadi permasalahan kesehatan di Indonesia. Infeksi TORCH  dapat menyebabkan kematian pada ibu dan janin, serta kecatatan pada anak. Infeksi ini dapat pula menyerang saraf pusat dan semua jaringan organ tubuh pada bayi dan anak (Sofoewan, 1997).

Pada populasi dengan keadaan sosial ekonomi yang baik, kurang lebih 60-70% orang dewasa menunjukkan seropositif terhadap infeksi TORCH, sedangkan pada keadaan ekonomi yang buruk atau di negara berkembang, kurang lebih 80-90% masyarakat dapat terinfeksi (Griffiths and Emery, 2002).

Prevalensi infeksi TORCH di negara berkembang tergolong tinggi dan pada umumnya menyerang kelompok usia produktif. Di Indonesia, prevalensi seropositif infeksi Toxoplasma gondii diantara orang sehat bervariasi. Yogyakarta menduduki angka yang tertinggi kedua, setelah Surabaya (63 %) dengan 51% sedangkan Provinsi yang lain di pulau Jawa berkisar 20-63% (Sofoewan, 1997).

Prevalensi infeksi Cytomegalovirus (CMV) di Indonesia mendapatkan angka lokal di tahun 2004 sebesar 87,8 %  (Lisyani, 2007). Prevalensi infeksi Rubella Virus (RV) di Indonesia pada 1996 yang diteliti oleh Rachimhadhi, ditemukan sejumlah 568 kasus (Bandung dengan 102 kasus dan Surabaya 101 kasus. Dari keseluruhan kasus, 76,6%  penderita positif untuk IgG dan  0,9% kasus positif untuk IgM anti-Rubella (Prabowo, 2013). Di Indonesia prevalensi Herpes Simplex Virus lebih kurang 1% dalam setahun, sangat jauh berbeda pada negara berkembang penganut seks bebas yang memiliki prevalensi sangat tinggi (Hernawati, 2008).

1⃣ Saya (perempuan, 22th) pernah mengalami infeksi torch pada taun 2012. Saat terkena torch saya masih single (sampai sekarang masih single sih 🙈). Di rumah tidak memelihara burung ataupun kucing, kalau dulu dokter bilangnya dimungkinkan karena sayuran yang kurang matang. Apakah ada kemungkinan terinfeksi kembali? Dengan riwayat pernah terkena torch, apakah akan ada pengaruhnya nanti ketika hamil? Adakah persiapan-persiapan khusus yang harus dilakukan orang yg memiliki riwayat torch? Terimakasih

⏩ Infeksi TORCH, dibagi umumnya atas 4 jenis infeksi yang karakteristik hampir sama. Kemungkinan terinfeksi kembali selalu ada, karena memang pola makan sehat, menjadi kunci kita terhidar dari infeksi. Penularan tidak melulu via hewan. Pengaruhnya teehadap kehamilan ada, tapi tergantung tingkat keparahan infeksi. Persiapan utama adalah jaga kekebalan tubuh, terapkan pola hidup sehat dan selalu bahagia dengan menerima infeksi tersebut

2⃣🅰 Untk periksa apa qt terkena torch ato tdk it biasanya kisaran biayanya berapa? Periksanya ke bidan jg apa smua lab di RS bs?

⏩ Kisaran harga bervariasi, untuk pemeriksaan lengkap up to 2 juta

2⃣🅱 Kenapa gejala torch lebih dominan terlihat ketika qt hamil?

⏩ Karena saat hamil secara alami sistem imun tubuh kita akan diturunkan. Namanya keseimbangan T helper 1 dan 2. Jadi saat sistem imun diturunkan, virus dan parasit merajalela.

2⃣🆎 Kalo sudah terlanjur terdiagnosa torch saat hamil, apakah janin bs diselamatkan? Apa qt bs disembuhkan?

⏩ Tergantung hasil pemeriksaan obgyn. Jika sudah terlanjur, sebaiknya tes Aviditas, utk memastikan fungsi antibodi kita thd torch dan melakukan terapi medis atau herbal.

3⃣ Apakah inang sementara virus virus tsb hny mamalia liar,spt kucing? Jika pencegahannya lewat memasak daging dg  matang, apakah mempengaruhi kandungan protein dalam daging tsb? *nb, mengingat bahwa protein akan denaturasi dalam suhi tinggi

⏩ Kucing, famili felidae, khususnya pada T.gondii, sedangkan virus lainnya bisa hewan apa saja. Sebaiknya masak disekitar 67 derajat, dimana mematikan virus dan parasit, tapi mempertahankan protein

4⃣🅰 Torch adalah singkatan untuk toxoplasma, others, rubella, cmv, herpes. Apa yang dimaksud dari ‘others’ disitu? Apakah virus lain yg juga bisa menyebabkan masalah pada kehamilan? Jika memang ada, apa saja selain torch yg juga berbahaya?

⏩ Others itu beberapa akronim menyatakan bahwa itu adalah jenis infeksi lain, HIV dan Sipilis termasuk. tapi saya lebih memakai yang TOxo Rubella Cmv Herped

4⃣🅱 Untuk mencegah dan menanggulangi torch bagaimana ya? pernah baca saran untuk periksa torch sebelum hamil, bagaimana cara periksanya dan kalau hasilnya positif apa yang harus dilakukan?

⏩ Pemeriksaan di lab, bsa atas rujukan dokter atau mandiri. Jika (+), yg pertama dilakukan adalah menera dgn ikhlas, dan melihat kemungkinan terapi yg diambil.

5⃣🅰 Pencegahan beberapa virus “yang diturunkan” mungkin diantaranya torch sejauh yang saya pahami bisa juga dilakukan dengan cara vaksin bagi pasutri dengan catatan belum melakukan hubungan suami istri.(cmiiw ya) pertanyaanya, sejauh apa perkembangan vaksin seperti ini di Indonesia? Adakah program dari pemerintah atau lembaga-lembaga sosial yg memberikan pencerdasan terkait pengetahun ini?

⏩ Vaksin untuk TORCH, sependek saya tau, di Indonesia belum ada, tapi di Inggris, dan luarsana sudah ada. Program pemerintah NOL, saya sudah sounding saat PKM, tapi masih belum didenger, barusan kemaren pas LPDP saya coba sounding juga. Memang kerja komunitas belum keras, terkait pendanaan.

5⃣🅱 Adakah efek samping yang akan dialami oleh (calon) pasutri yang suntik  vaksin ini? (Sebagai contoh mudah, kalau bayi di imunisasi kadang ada gejala demam dsb, kalau untuk vaksin ini, ada gejala sampingnya)

⏩ Kalau soalan Vaksin, mungkin bab tersendiri. Yang jelas, menurut saya vaksin TORCH tidak akan terlalu efektif, karena prevalensi infeksi ini saja di Indonesia tidak ada datanya. Jika mau mengembangkan vaksin. Harusnya negara tsb sudah banyak melakukan program deteksi TORCH.

Mari menjaga kesehatan dan segera periksakan diri kamu jika memang sudah ada tanda-tanda diri kita terkena TORCH.

Salam sehat‼

🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻

 

MENYEMAI CINTA DALAM RUMAH TANGGA

“ Karena Saat Bersamamu Cintapun Perlu Ilmu. Ilmu Tentang Cinta “

Rumah tangga adalah  madrasah cinta yang tak pernah mengenal kata wisuda. Kelas yang tak pernah usai sampai bel akhir hayat berbunyi. Berumah tangga merupakan suatu keputusan yang sangat penting dalam mengarungi bahtera kehidupan. Mereka ibarat perjalanan dalam sebuah kapal ditengah lautan dengan berbagai cuaca dan keadaan yang tidak menentu. Lama dan panjangnya perjalanan yang dilalui tidak selalu berjalan mulus, Akan ada batu karang yang menganggu, bisa juga menimbulkan kekosongan dan kebosanan didalam mengarungi perjalanan.

Berangkat dari pengalaman rumah tangga sang founder Forum Indonesia Muda, Bunda Tatty Elmir dan suami (re :pa E), mari kita belajar bagaimana menyemai cinta dalam rumah tangga .

bunda dan Pak e

Kami dulu adalah pasangan konvensional. Dulu sebelum menikah tidak begitu detail membicarakan masa depan. Kecuali pernak pernik romantisme sepele. Bahkan juga tidak terpikir tentang pembagian peran dalam rumah tangga yang kami angankan. Waktu itu kami malah belum kenal istilah ; Ketahanan keluarga parenting skill atau strengthening the family dsb. Kami berdua masih sangat muda .

Bunda masih berusia 20 tahun saat menikah dulu, masih kuliah, sambil bekerja sebagai wartawan radio ARH jakarta dan paE (re:suami bunda) berusia 26 tahun masih menjadi pegawai orang, sebagai professional pemula di Surabaya. Kami jarang ketemu, jadi kurang ada kesempatan diskusi panjang lebar. Intinya hanya bisa bicara garis besar, samar-samar pula.

Sebelum menikah kami memang sempat membahas tipe rumah tangga dan pola pengasuhan termasuk pembagian peran itu sekilas. Namun tidak rinci. Boro-boro tentang pembagian peran-peran yg sangat tehnis. Usai menikah kami hidup terpisah. Bunda tetap kuliah di Jkt dan PaE tinggal di Surabaya. Secara alamiah pula ketika suatu hari bunda sakit dirawat 1 bulan di sebuah RS di Jakarta, lalu PaE mengajak Bunda pindah ke Surabaya lalu Bunda bekerja di salah satu radio di sana (radio Suara Surabaya). Semua terjadi secara alamiah saja. Tidak ada saling tuntut atau membuat kesepakatan pembagian ruang, bahkan juga waktu akhirnya bunda memutuskan berhenti kuliah. Padahal saat itu Bunda terikat kesepakatan dengan lembaga pemberi beasiswa.

Ketika PaE pindah ke Kalimantan, dan Bunda hamil, bunda juga ikut dan berhenti bekerja. Sama sekali tak ada kegiatan. Kecuali mengurus rumah tangga dan jalan-jalan. Bunda jadi punya banyak waktu mempraktekkan resep masakan dan mengasuh anak-anak Karang Taruna di komplek kami tinggal di Kalsel. Lagi-lagi itu naluriah. Lalu bekerja kembali saat pindah lagi ke Jakarta tahun 1988. Dan PaE juga mendorong dan ikut mempersiapkan saat bunda dapat kesempatan belajar ke Amerika tahun 90. Semua ijin tesebut Bunda terima dan diberi PaE ikhlas tanpa kesepakatan apa-apa sebelumnya. Bunda juga memilih berhenti bekerja (fulltime) setiap melahirkan, menyusui juga karena naluri seorang Ibu saja. Lalu beraktivitas macam-macam di luar rumah sesuai minat. Nah tentu itu bukanlah sesuatu yang ideal. Mengingat kami punya anak banyak yang tidak boleh ditinggal hanya dengan pengasuh. Beruntungnya, rumah kami selalu ramai dengan adik, ponakan, sanak saudara dan orang tua kedua belah pihak. Kami membesarkan anak beramai-ramai. Saat mereka bayi, jika ada kegiatan bayinya diajak, tapi sekali lagi itu mungkin tidak ideal, karena semua terjadi alamiah tanpa rencana karena saat itu kami belum tahu ilmunya.

“SEKARANG KALIAN YANG HIDUP DI DUNIA YANG BEGITU KAYA ILMU DAN INFO, MESTINYA JAUH LEBIH SIAP, LEBIH TERENCANA DAN LEBIH TERBUKA”

Alangkah baiknya segala keputusan yang diambil merupakan hasil mufakat antara suami dan isteri. Bila terjadi perselisihan pendapat, jangan saling ngotot, didiskusikan secara baik-baik, jika suami mengeras, isteri melembut begitupun sebaliknya. Perselisihan terjadi mungkin karena suatu pasangan tidak ingin saling mengalah, maka dari itu mengalah saja untuk sesuatu yang lebih besar.

Ketidak cocokan seringkali menjadi salah satu alasan menjadikan pernikahan itu goyah bahkan berujung pada perceraian.  Sebenarnya tidak ada orang yang selalu cocok satu dengan yang lain. Bahkan kembar identikpun juga tidak. Namun ketika kita memutuskan untuk menikah, maka jangan diperuncing dengan ketidak cocokan, yang dipandang adalah komitmen, apalagi jika sudah memiliki anak. Soal panggilan kepada istri atau suami itu membawa dampak pada perilaku rupanya, terkadang pasangan suka cekcok dan tidak ada saling menghormati karena saling memanggil “Lo gue”. PaE dlm keadaan marahpun belum pernah sekalipun memanggil bunda “Kamu” apalagi yang buruk, selalu memanggil bunda Say, atau sebut nama dalam semarah apapun.

Ketika pasangan masih dalam fase berkenalan (bahkan setelah nikah pun perkenalan masih selalu berlanjut), dan timbul keinginan-keinginan atau ketidaksukaan, apakah perlu disampaikan? Atau ditahan (sabar) agar sang kekasih tidak luka hatinya? Tentu tergantung prinsip atau tidaknya persoalan yang akan disampaikan. Kalau cuma soal potongan rambut atau warna baju boleh-boleh saja diungkapkan tapi tidak terlalu serius.Tapi kalau persoalan yang sangat penting seperti kebiasaan buruk ya harus dirubah. Tentu disampaikan dengan baik. Seperti bunda dan pa’E lakukan pada 10 tahun pertama pernikaahan terutama 5 tahun pertama yaitu dengan saling evaluasi diri. Kita menulis surat, berisi poin-point, apa yang kami sukai dari pasangan dan apa yang tidak. Dengan menulis, semua uneg-uneg bisa disampaikan dengan bahasa yang lebih tertakar dan terjaga. Sementara lisan dikhawatirkan sulit dikontrol.

lalu mengenai “me time”, apakah dalam pernikahan itu benar-benar perlu? Keadaan dimana menjauh dari keluarga untuk menjalankan peran yang sebelum menikah? Setiap orang sebaiknya memiliki “me time”, yang perlu dikomunikasikan pada pasangan masing-masing. Seperti isteri tahu persis kapan jadwal suami badminton, atau kegiatan lainnya khususnya yang membawa kebaikan. Begitupun sebaliknya bagi isteri untuk selalu berusaha melibatkan suami dalam berbagai kegiatan di luar kewajiban. Harapannya kegiatan yang dilakukan sebagai bentuk ventilasi sebuah rumah tangga agar tidak pengap atau jenuh serta agar suami paham dan mendukungnya. Namun tetap berusaha semaksimal mungkin bersama keluarga. Karena KELUARGA ADALAH HARTA YANG PALING BERHARGA.

Saat menikah tentu akan mengalami masa kejenuhan. Bukan jenuh dengan pernikahannya melainkan pada kegiatan rutinitas seperti saat 2 tahun masa menyusui bayi. Oleh karena itu buatlah kesibukan lain yang bisa sembari mengasuh anak sehingga rasa jenuh itu akan hilang. selain itu bagi laki-laki ada yang beranggapan bahwa laki-laki itu punya masa puber kedua, di usia 40 an sehingga apakah seorang isteri harus selalu cantik dan menwan di mata suaminya. Hal ini dikembalikan lagi kepada suami. Suami itu pemimpin. Merekalah yang bisa menjadikan isterinya seperti apa. Kalau suami ingin istrinya bidadari maka dialah yang menciptakannya. Begitu juga yang buruk. Jika suami menginginkan istrinya cantik, wangi, terawatt maka dialah yang harus mengikhtiarkan dahulu dengan mengalokasikan dana untuk itu. Bukan hanya untuk kecantikan tapi lebih kepada kebersihan.

Mengenai perbedaan usia dengan pasangan mungkin ±10 tahun, bagaimana caranya agar cinta itu masih terjaga? Bukan hanya usia, kita semua itu berbeda. Tapi Allah yang satukan dalam mitsaqan ghalidza. Perbedaan usia hanya masalah angka-angka, banyak suami lebih muda tapi hidup mereka sangat bahagia dan ada juga sebaliknya. Tapi memang secara umum, wanita lebih cepat dewasa sehingga banyak ahli berpendapat sebaiknya laki-laki lebih tua daripada perempua. Sesungguhnya perbedaan usia sangat tergantung pribadi dan kedewasaan masing-masing, jadi sangat personal.

 

Bagaimana menjaga keromantisan dalam rumah tangga ?

Tidak perlu menjaga keromantisan, yang perlu dijaga dan dirawat terus-menerus itu adalah cinta. Bukan roman-romantisnya. Mungkin karena ada kesadaran menjaga/merawat cinta, lalu orang menyebutnya romantis. Padahal itu hanya tool, bukan tujuan, yang harus dijaga adalah bahan bakunya, yaitu :

1.Tanggung jawab

2.Kepedulian

3.Kepercayaan

4.Kehormataan

5.Keikhlasan

6.Kasih sayang

Tak ada suami atau istri yang terlihat hina dan direndahakan saat menunjukkan kepedulian, dan kasih sayang kepada keluarganya. Contoh peduli itu bisa dari hal-hal yang sangat sederhana. Selalu jadi orang yang pertama mengucapkan selamat ulang tahun kepada pasangannya misalnya, atau bagi suami bisa dengan dibuatkan masakan favorit, disiapkan bacaan kesayangan.

 

“HAL YANG PALING PENTING ADALAH UNTUK TIDAK MENUNTUT MACAM-MACAM SATU SAMA LAIN”

 

Lantas bagaimana menyemai cinta dalam rumah tangga ?

Rumah tangga itu adalah madrasah cinta yang tak pernah mengenal kata wisuda, ketika berumah tangga, tidak hanya masa kini dan masa depan pasangan yang kita terima, tapi seutuh-utuhnya pasangan kita. Saling melengkapi, membersamai dan memahami kekurangan serta kelebihan. Saling mendukung satu sama lain. Rumahku adalah istanaku, tidak ada istana tanpa kerajaan, bangunlah rumah tangga  kalian dengan penuh semangat agar tercapai kebahagian dunia dan akherat

“Untuk MEMBANGUN ketahanan BANGSA harus dengan KETAHANAN DIRI  dan RUMAH TANGGA. Untuk MEMBANGUN ketahanan RUMAH TANGGA harus diawali dengan MENCARI JODOH yang BAIK dengan CARA yang BENAR pula”

 
Dear ananda,

Menikahlah Nak manakala dirimu sudah benar-benar siap. Siap di sini bukan hanya faktor usia, pendidikan dan finansial. Tapi benar-benar siap menerima orang lain untuk menjadi bagian dari diri kita. Seperti daging dengan darah.Ilmu mengenal diri harus benar-benar diamalkan.Kalau kita seorang pencemburu, posesif, sangat mengagungkan privasi, jangan menikah dengan aktifis populer dan relawan yang murah hati lapang segala.Jika kita seseorang yang mau benar sendiri tak mau dibantah, jangan bermimpi punya pasangan cerdas, dan sehat yang pastinya kritis.Banyak orang sesumbar ingin punya pasangan shalih/shalihah, cerdas, sehat, kaya, pemurah, dari keluarga “Intelek”. Lalu setelah menikah stress sendiri karena tak mampu mengimbangi gaya hidup orang “Intelek” karena masih suka sembarangan.Jadi ya mari mengukur dan memantaskan diri.Pernikahan bukan “Kamar Sakti” yang membuat orang berubah.Jadi jangan bermimpi setelah menikah bisa merubah pasangan.Yang paling bisa kita lakukan hanya penyesuaian, pemaafan, dan pengikhlasan yang tiada akhir.Karena nenek moyang kita dari jaman baheula sudah berulang-ulang mengingatkan, bahwa cinta adalah pengorbanan. Terdengar sangat klise. Namun sangat benar adanya.”Jadi mari kita terus memantaskan diri..” tidak hanya dalam proses pencarian jodoh, tetapi juga mempertahankan jodoh agar langgeng dunia akhirat.

 

(29 Februari 2016, Diskusi FC#4)

Pemantik         : Bunda Tatty Elmir dan Pak Elmir (Founder Forum Indonesia Muda)

 

Moderator      : Ragwan Al-Aydrus FIM 14C                  

Notulis            : Robiyanti Saputri FIM 17

 

KDRT

(ANTARA News/Lukisatrio)

(ANTARA News/Lukisatrio)

Pernikahan merupakan peristiwa peradaban yg menyatukan dua insan yang berbeda latar belakang dengan berlandaskan cinta dan kesamaan tujuan. Karenanya, sudah sewajarnya jika rumah tangga dihiasi dengan kasih sayang dan perlakuan yang baik antar keduanya. baik perkataan atau perbuatan. Namun faktanya, kerapkali kita jumpai rumah tangga yg masih melakukan kekerasan. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Apa itu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)?

KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawam hukum dalam lingkup rumah tangga”. Definisi menurut UU penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga no 23 tahun 2004, KDRT secara umum yaitu:

Bisa terjadi pada suami, istri, anak, kerabat yang tinggal dalam satu rumah, termasuk juga asisten rumah tangga.
Perempuan lebih sering menjadi korban
Menimbulkan dampak fisik, psikologis, ekonomi

BENTUK KDRT:

1. Fisik, yaitu segala bentuk perbuatan yang membuat jatuh sakit, terluka, seperti: menampar, menendang, memukul, melempar, mencubit, menyiram dengan air keras dsb.
2. Psikologis, yaitu segala bentuk perbuatan yang memunculkan perasaan tidak berdaya, takut, hilangnya percaya diri misalnya: mengancam, menyebut dengan perkataan buruk seperti bodoh, lonte/pelacur, dilarang berhubungan dengan keluarga/teman dsb.,
3. Seksual, yaitu segala bentuk perbuatan yang meliputi pemaksaan hubungan seksual, posisi hubungan seksual tertentu, dipaksa untuk terus melahirkan, melacurkan istri
4. Penelantaran rumah tangga, tidak memberikan nafkah atau menutup akses terhadap keuangan, membatasi atau melarang bekerja sehingga menyebabkan ketergantungn ekonomi, dipaksa mencari nafkah.

KDRT jarang terjadi dalam satu bentuk, bisa saja seseorang mengalami dua atau semua bentuk di atas. Namun, seringkali korban baru melapor ketika mengalami luka-luka fisik. Selain itu, jika ‘hanya’ mengalami kekerasan psikis atau bentuk KDRT yang tidak ada bekas luka fisiknya, biasanya korban enggan melapor, kenapa? Karena takut tidak dipercaya, takut tidak kuat buktinya. Hal ini sebenernya masih bisa dibuktikan salah satunya dengan pemeriksaan oleh saksi ahli missal dari psikolog atau psikiater.

Pastinya tidak ada yang mau mengalami KDRT, lalu apa yang jadi penyebabnya? Untuk memahami hal tersebut, terdapat beberapa mitos dan fakta yang seringkali dihubungkan mengenai KDRT.

MITOS vs FAKTA

1. Mitos: KDRT terjadi disebabkan karena pelaku punya masalah psikologis.
Fakta: pada pelaku memang ditemukan masalah pada kesulitan mengontrol emosi, kemampuan memecahkan masalah yang tidak efektif, dsb. Tetapi KDRT juga disebabkan karena adanya pemahaman di masyarakat bahwa laki-laki lebih berkuasa diatas perempuan. Perempuan harus menerima apapun yang dilakukan suami, perempuan adalah mahluk yang lemah. Nilai-nilai ini mempengaruhi hubungan laki-laki dan perempuan yang tidak setara dan mendorong perilaku kekerasan sebagai cara menyelesaikan masalah.

2. Mitos: KDRT tidak akan terjadi kalau istri tidak memancing suami melakukan kekerasan seperti tidak nurut, tidak cepat melayani suami, tidak bijak mengelola keuangan, tidak pandai berdandan di depan dsb.
Fakta: Norma sosial yang menempatkan perempuan di bawah membuat mereka mudah dipersalahkan baik oleh pelaku maupun oleh masyarakat, dianggap sebagai penyebab timbulnya KDRT (keluarga: “ya kamunya juga sih ngga suka dandan, pantas suami kamu selingkuh”; teman: “kan kamu tahu suami kamu suka kopi, ya dia pulang langsung bikinin, kalau enggak ya pantas dia mukulin kamu”/”suami pulang ya disambut, dikasih senyum yang mesra, jangan bikin kopi dulu, pantas dia mukul kamu”; tetangga:”wajar sih suaminya x mukulin dia, suaminya kan kerjanya serabutan, harusnya pinter2 dia ngurus keuangan. Suami kan udah capek cari uang”.). —> perempuan bertanggung jawab pada KDRT yang menimpa dirinya. Faktanya PERILAKU MELAKUKAN KEKERASAN ADALAH PILIHAN. pelaku juga punya pilihan yang sama untuk tidak melakukan kekerasan. Sehingga pelaku KDRT-lah yang sepenuhnya bertanggung jawab atas kekerasan yang dia lakukan.

3. Mitos: Ketika melihat seorang istri tetap mempertahankan rumah tangganya padahal suka berkali-kali mengalami kekerasan, maka penjelasannya: Perempuan tersebut lemah, bodoh/mau saja, lebih sayang dirisendiri/suami dibanding sama anak2,
Fakta: perempuan yang berada dalam KDRT berada pada apa yang disebut siklus kekerasan. Pertama: pelaku melakukan kekerasan, kedua: suami meminta maaf dan berjanji akan berubah/tidak akan melakukannya kembali, ketiga: periode bulan madu, suasana baik2 saja, keempat: konflik mulai terjadi, kembali ke pertama: pelaku melakukan kekerasan dst. Semakin lama kekerasan semakin sering terjadi dan siklus berputar lebih cepat. Jika tadinya satu bulan sekali kekerasan terjadi, kemudian lama2 bisa menjadi setiap hari. Intensitasnya juga, jika sebelumnya hinaan hanya diucapkan di dalam kamar menjadi dilakukan ditempat umum.

Bagaimana kondisi psikologis perempuan yang berada dalam hubungan penuh kekerasan itu? Ia berada antara perasaan tidak berdaya namun juga penuh harap bahwa suami akan berubah. Lama kelamaan bisa jadi perasaan tidak berdaya yang menjadi kuat. Merasa tidak mampu lagi menghentikan kekerasan, terlalu takut keluar dari hubungan yang penuh kekerasan, sangat cemas memikirkan masa depan (diri dan anak) hingga tidak terpikir alternatif apapun. Dalam kondisi itu ia hanya bisa menerima kekerasan dan sangat mungkin tidak mencari bantuan. Kondisi psikologis yang juga kuat dialami oleh mereka yaitu perasaan bersalah dan memiliki impian bisa mengubah suaminya, mereka merasa, dialah yang bertanggungjawab atas perilaku suaminya, karena itu dia juga bertanggungjawab untuk mengubah suaminya.

Apa Yang Bisa Kita Lakukan?
KENALI SEJAK DINI
seringkali bibit KDRT sudah terlihat sejak masa pacaran. Kenali tandanya: Dia sangat pencemburu, ingin mengetahui detail kegiatan kita, melarang kita berhubungan dengan teman bahkan dengan keluarga, cenderung merendahkan perempuan,emosi naik turun/mudah marah/kasar, melakukan kekerasan pada pasangan sebelumnya, cenderung menyalahkan orang lain atas perbuatannya, tampil dalam dua orang yang berbeda (kasar di satu sisi tapi kemudian sangat romantis, menangis, memohon maaf), sering mengatakan bahwa dia melakukan ini semua demi kebaikan kita dsb.

Jika KITA yang MENGALAMI KDRT?
Pelajari cara-cara mengamankan diri saat kekerasan terjadi (catat nomor polisi/rumah perlindungan, tempat aman untuk bersembunyi, mengamankan anak-anak, menyimpan bukti dsb.)
Mintalah bantuan pada lembaga perlindungan perempuan misalnya P2PT2A yang ada di setiap kabupaten/kota.
Temui profesional seperti psikolog, psikiater atau dokter jika terdapat dampak psikologis atau fisik

Jika KITA MENGETAHUI:
1. Laporkan pada penegak hukum
2. Ajak korban menemui lembaga perlindungan perempuan, layanan kesehatan, layanan psikologis
3. Membantunya menyimpan alat bukti
4. Mencari perlindungan untuk korban dan anak misalnya ke rumah aman atau tempat tinggal yang aman

Tidak hanya korban yang membutuhkan bantuan psikologis. PELAKU JUGA MEMBUTUHAN BANTUAN PSIKOLOGIS. Pelaku bisa didorong atas kesadarannya sendiri atau diperintahkan oleh pengadilan untuk memperoleh konseling perubahan perilaku.

MEMUTUS RANTAI KEKERASAN SEJAK DARI RUMAH

Ajarkan anak cara bersikap asertif dalam menyelesaikan masalah.
Tidak mengunakan kekerasan (fisik, verbal/psikologis) dalam disiplin atau saat menyelesaikan masalah
Menghargai setiap orang, setiap anggota keluarga didengar pendapatnya

Ingat ! Anak laki-laki yang menyaksikan KDRT lebih besar risikonya menjadi pelaku kekerasan dalam rumah tangganya, anak perempuan yang menyaksikan KDRT lebih besar risikonya untuk menjadi korban. Mereka menganggap kekerasan adalah cara-cara yang memang wajar dalam rumah tangga. KDRT pada anak terjadi karena warisan pola asuh yang salah dari orang tua di mana orang tua semasa kecil menggunakan pola asuh yang salah kemudian hal tersebut diulang ke anaknya.

Sejak 2004 sudah ada yang namanya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (disingkat UUPKDRT) nomor 23 tahun 2004. Sejak dibuatkan undang-undang, setiap kabupaten kota wajib memiliki lembaga untuk menanganinya, maka dibentuklah P2TP2A sebagai perwujudannya. Bagaimana P2TP2A menjalankan perannya?

1. Mensosialisasikan.
Memberikan penjelasan tentang KDRT seperti apa, bentuk-bentuknya, serta apa yang harus dilakukan. Untuk ini peran pemerintah dan instansi terkait sangat menentukan. Sehingga masyarakat tahu dan paham secara benar tentang KDRT ini terutama antara mitos dan faktanya.

2. Mensosialisasikan keberadaan lembaga P2TP2A kepada masyarakat luas. Harapannya koraban tidak hanya melapor ketika timbul kekerasan fisik saja tapi kekerasan psikis bisa di buktikan dengan pemeriksaan psikologi.

3. Pendampingan pada korban, baik pendampingan secara psikis dan atau pendampingan hukum jika kasus sudah sampai ranah hukum seperti pengadilan.

Lalu apakah ada KDRT terhadap suami, misal suami-suami takut istri? Adakah lembaga yang melindungi laki-laki sebagai korban KDRT?
KDRT bisa terjadi pada siapa pun bisa ortu terhadap anak, majikan kepada pembantu, mertua ke menantu, dan paling sering pasangan terhadap pasangannya (suami kepada istri, dan istri kepada suami). Walau kemudian yang banyak muncul di publik adalah KDRT suami terhadap istri. Kasus suami-suami takut istri jika memang telah terjadi kondisi seperti yang dijelaskan dalam definisi KDRT maka itupun juga KDRT, yaitu KDRT yang dilakukan oleh istri terhadp suami.
Tetapi semua kembali kepenghayatan suami lagi yaitu terganggu tidak dengan sikap istrinya tersebut. Jika tidak maka tidak termasuk KDRT.

Perlu diingat kasus KDRT pada laki2 sangat jarang jumlahnya. Dalam pemeriksaan, biasanya psikolog juga lebih berhati-hati mendalami informasi. Misal suami-suami takut istri, apakah betul-betul suami takut pada istri dalam relasi yang tidak setara? Istilah suami-suami takut istri sebetulnya juga muncul dari nilai yang sama di masyarakat yang menyebabkan munculnya kekerasan. Kurang lebih masyarakat akan menilai: Suami takut istri itu cemen, maka sebagai laki-laki dia pun cemen. Inilah yang seringkali menimbulkan kekerasan. Sebab masyarakat menuntut laki-laki harus perkasa gagah, di atas perempuan.

Secara psikologis, laki-laki yang disebut takut istri bisa mengembangkan penghayatan yang bertolak belakang. Pertama, mungkin dominasi istri membuat dia menjadi tidak berdaya maka dapat menjadi korban KDRT. Kedua, kuatnya didominasi istri, membuat dia merasa terhina sebagai laki-laki di mata masyarakat yang kemudian malah memunculkan kekerasan. Dalam kasus yang seperti inilah penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) dan psikolog/psikiater perlu mempelajari kasusnya dengan lebih teliti. Apakah KDRT atau ketersalingan (saling melakukan kekerasan). Laki-laki yang menjadi korban bisa melaporkan sendiri ke polisi atau meminta pendampingan ke LBH misal LBH Jakarta atau Yayasan Pulih. Yayasan Pulih sendiri pernah membuatkan beberapa surat pemeriksaan untuk laki-laki yang mengalami KDRT. Sedangkan, P2TP2A sementara ini hanya bekerja khusus untuk perempuan dan anak.

KDRT ada disekitar kita, yang kita lihat melalui berita di TV, koran mengenai kejadian KDRT hanya sedikit sekali dari jumlah KDRT yang ada di masyarakat. Kenali KDRT, dekati korban, dan jika merasa bingung harus bagaimana, berdiskusi dengan lembaga pendamping perempuan seperti P2TP2A, LBH perempuan yang akan memperkuat kita dalam membantu korban. Tinggal bagaimana kita mencoba menyelesaikan dengan caranya bijak dan tentunya diharapkan peran serta dari seluruh manusia.

( 12 September 2015, Diskusi FC#4)

Pemantik :
1. Cinintya Dewi ( Psikolog Anak, Asosiet untuk Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI dan Yayasan Pulih)
2. Gusmilizar, S. Psi ( Psikolog, Ketua P2TP2A Kota Depok )

Moderator : Syahidah M FIM 16
Notulis : Zuhay R Zaffan FIM 15

PONDOK MERTUA INDAH (PMI)

download

UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 32 menyatakan bahwa suami istri diharuskan untuk mempunyai tempat kediaman tetap yang ditentukan oleh suami istri bersama. Seorang suami wajib menyediakan tempat tinggal yang memberi kedamaian, rasa aman, dan privacy bagi istri (sesuai dengan kemampuannya). Seorang istri pun mempunyai kewajiban untuk tinggal di tempat yang disediakan suami, apakah tinggal di rumah kontrakan sederhana, rumah KPR, rumah yang dibangun berangsur-angsur, atau di Pondok Mertua Indah (PMI). Walaupun idealnya, pasangan suami istri setelah menikah sebaiknya meninggalkan rumah orang tua untuk membangun rumah tangganya sendiri. Namun, dalam praktiknya banyak alasan maupun kendala yang kemudian mengharuskan pasangan tersebut untuk tetap tinggal di rumah orang tua atau di rumah mertua atau “Pondok Mertua Indah”.

Pondok Mertua Indah (PMI) itu ibarat Palang Merah Indonesia. Bila anda adalah team atau crew anda akan betah, tapi bila anda menjadi klien/tamu anda mudah jengah. Jadi, betah atau tidak itu bergantung mindset yang dibangun. Ada keadaan dimana pasangan suami istri (pasutri) harus berada di “PMI” misal mertua hanya tingal berdua, atau ketika mertua tinggal seorang diri. Keadaan seperti ini yang tidak mudah dihindari. Baik tinggal di rumah sendiri atau di PMI dari segi tugas akan sama saja, karena tugas pasutri baru yaitu membangun rumah tangga, membina rumah tangga. Terdapat sisi positif yang dapat kita ambil ketika tinggal di PMI, yaitu:

  1. Hemat.

Bagi pasangan yang baru menikah, tinggal di rumah mertua/orangtua bisa membantu perencanaan keuangan ke depan. Pasutri bisa lebih hemat dan tidak kaget dengan berbagai tuntutan keuangan. Akibatnya, penghasilan dapat dialokasikan untuk tabungan atau investasi masa depan, sebab kita tidak direpotkan dengan administrasi bulanan sperti air, llistrik, PBB dll.

  1. Mendapat workshop mengelola rumah tangga dari mertua.
  2. Tinggal di PMI menjadi solusi bagi keluarga baru.

Ternyata tinggal mandiri tidak selamanya lebih baik daripada tinggal di PMI. Semasa single, banyak sekali teori-teori yang terlihat sederhana. Namun ternyata kehidupan pasca pernikahan itu penuh dengan berbagai kejutan.

Tantangan saat berada di PMI muncul saat adanya pihak lain yang memiliki peluang mengintervensi yang berpotensi menghambat percepatan proses berumahtangga dan berkeluarga. Sehingga diperlukan penyesuaian diri dan penyelarasan yang luar biasa dengan mertua, karena bagaimanapun aturan yang berlaku adalah aturan mertua. Sedangkan, sang anak menjadi sulit untuk berperan sebagai istri/suami dalam rumah tangganya sendiri, sebab ia akan dipandang sebagai anak. Ditambah lagi potensi munculnya perasaan sungkan antara pasangan dan orangtuanya sendiri.

Menurut pendekatan Virginia Satir, pasutri di PMI akan berpeluang mengalami masalah dalam empat tema; self-worth, communication, rule dan link to society. Belum lagi bila pasutri ini memiliki anak, dalam PMI pasutri tetap akan menjadi anak bahkan (terburuknya) menjadi “kakak tertua” dari para anaknya, sebab orangtua sejatinya adalah Ayah/Ibu mertua. Sama halnya ketika ada masalah rumah tangga, terkadang mertua akan ikut campur bahkan membela anaknya. Hal tersebut dapat menjadi konflik tersendiri.

Dalam hal ini yang perlu disikapi yaitu komunikasikan kepada pasangan terlebih dahulu agar mertua sebaiknya tidak perlu tahu permasalahan rumah tangga pasutri, karena dikhawatirkan permasalahan akan menjadi semakin pelik. Berusahalah meyelesaikan masalah tersebut berdua tanpa intervensi dari pihak manapun. Seandainya memang dibutuhkan nasehat, idealnya nasehat itu datang dari mertua bukan orangtua, misalnya istri memohon nasihat pada orangtua suami dan sebaliknya. Namun situasi ini tidak akan selalu ideal. Ada kalanya mertua merasa lebih memahami putra/putrinya dibandingkan sang menantu, begitupun anak (salah satu dari pasutri) yang merasa lebih dekat dengan orangtua dibandingkan dengan mertuanya.

Perlu diketahui pula bahwa kita menikahi pasangan tidak hanya menikahi seorang, namun satu paket juga dengan keluarga besarnya. Saat kita tinggal di PMI, kakak dan adik dari pasangan tinggal bersama di tempat yang sama. Mertua ataupun saudara ipar sama saja, jika terbangun pola komunikasi yang baik hubungan akan baik-baik saja. Apabila tidak dikomunikasikan dengan baik dapat berpotensi menjadi konflik. Jika ipar sama-sama perempuan, mungkin yang akan dihadapi adalah “pembandingan” atau semacam “persaingan”. Siapkan diri dengan potensi ini jauh sebelum anda memutuskan menikah. Jika ipar laki-laki atau berlawanan jenis ini tantangan akan menjadi lebih. Wilayah privasi akan lebih sempit (atau mungkin hanya di kamar), anda harus lebih bijak dan pandai.

Perbedaan pola asuh, kerap menjadi potensi konflik antara menantu-mertua ketika tinggal di PMI. Terlebih hal-hal terkait kehamilan dan pengasuhan anak yang cukup sensitif bagi wanita. Jika tinggal di PMI yang harus menjadi perhatian adalah kemungkinan perbedaan pola asuh anak yang diterapkan orangtua dan kakek-neneknya. Misalnya jika tinggal di rumah mertua akan ada dua pola asuh yang membuat patokan do and don’t akan menjadi relatif. Sebagai solusi, terdengar klasik, namun komunikasi adalah kunci dan kesabaran itu mesti. Selain itu jalan tengah yang dapat dipilih yaitu tinggal mandiri dengan mencari rumah yang jaraknya dekat dengan rumah mertua. Dengan begitu keluarga pasutri dapat menjaga privasi sekaligus juga memungkinkan untuk tetap berbakti kepada orangtua.

Niat baik untuk tinggal terpisah dengan orangtua harus disampaikan dengan baik juga. Jangan berfikir untuk memuaskan keinginan istri dengan mengorbankan orangtua, namun juga jangan menzhalimi istri dengan alasan mengharap ridha orangtua. Kita perlu memanage masalah secara baik agar memberikan kebaikan kepada semua pihak. Jika sudah disepakati antara suami dan istri bahwa jalan terbaik adalah pindah dari rumah mertua, maka tetap perlu meminta ridho orangtua/mertua. Sampaikan bahwa pilihan untuk tinggal mandiri karena pasutri memerlukan ruang yang lebih untuk membangun keluarga.

Sampaikanlah ini dengan baik disaat yang tepat. Ingat, bahwa segala sesuatu butuh proses, dan kesabaran dibutuhkan didalamnya. Bila masih hidup seatap dengan mertua terkadang ada rasa kesal dan timbul pertengkaran keluarga. Sebagai menantu sebaiknya tidak ikut campur dalam perdebatan keluarga. Ada kalanya perdebatan itu terjadi karena ritme kehidupan dalam keluarga tersebut yang akan selesai dengan sendirinya. Kalaupun menantu perlu bicara, sampaikan apa yang ingin disampaikan di waktu lain yang lebih “dingin” dan tentu tanpa perlu melibatkan emosi. Bersikaplah diplomatis agar tidak melukai mertua atau pasangan anda. Selalula berusaha terbuka dengan suami. Pengorbanan kadang diperlukan agar bisa hidup dengan mertua dalam damai.

Tinggal di pondok mertua indah adalah salah satu pilihan bagi pasutri yang tidak perlu menjadi momok. Tentunya semua memiliki sisi positif dan negatif. Teruslah berpikir positif ketika ketidakbetahan tinggal bersama mertua melanda. Jangan anggap mertua sebagai orang lain, mertua adalah orang tua kita. Pasangan kita adalah anak mertua kita dan selamanya akan begitu. Tidak akan ada yang mengalahkan rasa memiliki orangtua terhadap anaknya. Motivasi orangtua tentu memberikan yang terbaik bagi anaknya termasuk mendapat perlakuan baik dari pasangannya. Berkhidmat pada mertua sama dengan berbakti kepada orangtua serta Menjaga komunikasi dengan pasangan dan mertua merupakan hal terpenting. So,  Just show the best of you.

(06 Juli 2015, Diskusi FC#4)

Pemantik: 1. Drs. Asep Haerul Gani (Psikolog, Psikoterapis, Konsultan, Ttrainer, Penulis “Forgiveness Therapy”).

  1. Gema Sukmawati, S. Pd (Istri, Pendidik, Alumni FIM 12)

 

Moderator: Arif Rahman Hakiim FIM 16.

Notulis: Sekar Hanafi FIM 17.

CEMBURU

images

Cemburu merupakan perasaan alami yang dimiliki setiap orang. Cemburu adalah warna dalam sebuah hubungan yang dapat semakin menguatkan cinta terhadap pasangan, namun juga bisa menjadi asal mula konflik tak berkesudahan. Sebenarnya perasaan cemburu itu sangat wajar. Justru kalau tidak ada cemburu berarti kita tidak mampu mengekspresikan perasaan dan cemburu itu merupakan ekspresi emosi, semua manusia pasti pernah mengekspresikan emosi. Namun, yang membedakannya bahwa cemburu ini manifestasi dari emosi lain, misal karena cemburu maka kita akan marah, kecewa, dan lain-lain.

Cemburu muncul ketika ada rasa tidak nyaman dalam sebuah hubungan dan akhirnya bisa memunculkan konflik berkepanjangan jika tidak dikelola. Perlu dicermati rentang toleransi terhadap perasaan tidak nyaman dalam hubungan berbeda-beda setiap individu. Terkadang cemburu tidak selalu dikaitkan dengan “Trust”, namun lebih banyak karena mengumpulkan asumsi kemudian menarik kesimpulan sendiri atas sebuah situasi.

Cemburu boleh tapi setelah ada bukti yang tepat dan alasan yang kuat. Jika tidak ada alasan, itu yang dinamakan cemburu buta. Orang yang mudah cemburu bahkan mengakibatkan cemburu buta akan sama dengan orang yang mudah marah yaitu sama-sama cepat dalam bertindak dan tidak melalui proses panjang.

Cemburu buta itu biasanya ciri-cirinyanya sebagai berikut:

– data sedikit tapi sudah ambil kesimpulan

– marah dan menuduh sepihak

– mengambil keputusan sepihak misalnya kabur dari rumah

– posesif dan intimidasi pasangan

Cemburu buta bukan menunjukkan cinta, tapi menunjukkan bahwa kita menganggap pasangan kita adalah milik kita dan tidak boleh berkembang sebagai manusia. Jadi seperti dompet dikekepin terus, maka ekspresikanlah cemburu dengan baik.

Ekspresi cemburu yang baik itu adalah klarifikasi dan komunikasi, tapi bukan dengan mencecar pertanyaan atau judgment. Misal dengan informasi yang kita punya, kita dapat berdiskusi dengan pasangan dalam kondisi setara (bukan pasangan sebagai tersangka). Jika kita sedang emosi tinggi ada baikknya tidak berdiskusi, tunggu sampai tenang dulu baru bicara. Hal ini karena saat emosi bukan logika yang jalan, tapi murni emosi. Cobalah untuk tenang dan berpikiran jernih, walau sebenarnya agak susah untuk tenang ketika pikiran menyimpulkan kemana-mana. Hal itu manusiawi sekali dan disaat itulah biasanya kita membentuk periode “silent is gold” tujuannya adalah menurunkan emosi seperti melakukan sesuatu yang bisa menaikkan endorphin (hormon kesenangan), bisa dengan melakukan aktivitas yang disukai tapi kalau bisa jangan makan banyak atau banyak belanja.

Banyak hal yang membuat pasangan cemburu. Seorang suami cemburu pada anaknya ketika istri lebih memperhatikan anaknya, istri cemburu karena suami lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja (secara tidak wajar dan tidak mengenal libur), pasangan yang sangat perhatian dengan adiknya, kakaknya atau keluarga lainnya, cemburu dengan pasangan yang masih kontak dengan mantannya.

Hal-hal tersebut dapat dibicarakan bersama dengan baik serta dapat dibuat kesepakatan bersama. Buat kesepakatan dan saling menyampaikan ketidak berkenanan kalau saya atau suami begini begitu misal melakukan hal A bagi pasangan itu wajar tapi bagi kita itu tidak wajar seperti suami kurang suka jika HP dibuka-buka tanpa sepengetahuannya walau ternyata HP suami tidak pernah dikunci, atau bahkan pasangan yang merasa tidak apa-apa kalau masih dihubungi mantan tapi ada juga yang tidak mau.

Kesepakatan itu artinya ada penyesuaian dari masing-masing individu bukan suami mengikuti istri atau sebaliknya. Harus ada kesepakatan lalu penyesuaian. Kesepakatan lebih baik ditulis agar bisa ingat persis apa sih yang dijadikan kesepakatan. Hubungan itu adalah sesuatu yang sifatnya tidak kaku dan harus selalu dipupuk. itu sebabnya kalau ada kesepakatan akan lebih memudahkan dalam membina hubungan, karena ada nilai tiap pasangan berbeda dan harus dibicarakan. Selain kesepakatan, keterbukaan itu penting. Jadi selama pasangan kita bicara ke kita secara terbuka tentang misalnya dihubungi mantan, maka kita harus menghargai hal itu dan dia berusaha menjaga rasa percaya kita.

Kesepakatan harus selalu direview, bahkan setiap anniversary harus di evaluasi hubungan dengan pasangan seperti apa. Hal itu bisa dijadikan acuan untuk bahan evaluasi tahun berikutnya, supaya tidak masuk dalam masalah yang sama sepanjang pernikahan. Banyak pasangan yang menganggap hal ini sepele. Namun, ini penting karena kesepakatan adalah bentuk menghargai diri dan pasangan. Agar tidak terjadi masalahnya barulah mulai aware bahwa ini harus dibicarakan.

Jika sudah tahu ceritanya misal cerita masa lalunya, mantannya, dan sudah mengetahui kesepakatan masing-masing namun masih cemburu secara tidak wajar, artinya belum selesai masalahnya. Hal ini mungkin saja kita belum sepenuhnya mengungkapkan apa yang kita pikirkan dan yang kita rasakan. Terkadang gengsi untuk bilang cemburu tapi masih kesal atau ketika sedang cemburu malah berubah menjadi tertutup, terlebih lagi jika yang cemburu perempuan maka pastinya hanya memberikan kode tertentu yang gagal dipahami kaum laki-laki.

Hal itu tergantung tipe pribadinya. Pada Umumnya perempuan terkadang sulit berekspresi secara logika karena emosi sudah duluan mengambil alih, dan laki-laki terkadang sulit menangkap emosi karena terlalu logis. Daripada seperti dukun lagi adu ilmu, lebih baik dibuat budaya untuk saling bisa bicara dan memahami. Jangan hanya diam dan berasumsi pribadi. Tidak perlu gengsi untuk bilang “Aku Cemburu”. Percaya deh gengsi itu tidak akan menyelesaikan masalah, tapi memperlambat untuk selesai. Ketika kita berani mengekspresikan perasaan kita, pasangan jadi tahu apa yang kita rasakan.

Berikut tips untuk melatih diri agar bisa cemburu yang rasional:

  1. Sering-sering melatih pikiran untuk berpikir positif dan menciptakan alternatif solusi atas situasi yang terjadi
  2. Ada 2 mata untuk melihat dua kali, 2 telinga untuk mendengar dua kali, dan 1 mulut untuk berbicara. Jadi sebelum state kita cemburu maka kita harus memperbanyak informasi dulu.
  3. Cemburu boleh, tapi posesif NO!
  4. Bedakan antara cemburu dengan keinginan kita buat “memiliki” pasangan seutuhnya,sehingga mengekang.
  5. Berdoa supaya Tuhan menjaga hati pasangan kita, karena Tuhan Pemilik hati kita dan pasangan kita.

Perlu diingat pasangan kita adalah manusia yang punya hati dan pikiran. Ketika kita memandang pasangan dan memperlakukannya dengan positif pasti energi positif yang akan kita peroleh. Jadi percaya itu sama seperti pegang gelas, fragile tapi bukan berarti tidak bisa bermanfaat.

Tidak ada yang pasti dalam membina hubungan, tapi yang bisa kita kontrol adalah respon kita terhadap situasi. Situasi apapun, dimanapun dan kapanpun jagalah pikiran serta berhati-hati terhadap asumsi pribadi. Ketika cemburu datang? kalem aja, nikmati sambil mencari data selengkap-lengkapnya. Sebisa mungkin ketika sedang cemburu /marah tetap tidak meninggalkan peran kita terhadap pasangan dan tanggung jawab harus tetap dijalankan. Semua masalah pasti ada penyelesaian.

(14 Juni 2015, Diskusi FC#4)

Pemantik: Ratih Zulhaqqi, M. Psi (Founder & Owner RaQQI Human Development & Learning Center, Theraplay Practitioner, Praktik di Klinik Universitas Indonesia, Psikolog di Klinik Tumbuh Kembang RS Mitra Kelurga Depok).

Moderator: Alberta Shendy Lamandau FIM 15.

Notulis: Zuhay R Zaffan FIM 15.

ADAPTASI PASCANIKAH

????????????????????????????????????

????????????????????????????????????

Pernikahan, adalah momen sakral yang diidamkan banyak orang. Mencari satu di antara jutaan manusia untuk menjadi teman sepanjang hidup adalah hal yang tidak mudah. Mencari yang “klik” kalau kata orang-orang, adalah sebuah perjalanan tersendiri.
Namun, setelah “perjuangan pencarian” yang panjang, ternyata membina bahtera rumah tangga memberikan tantangan lebih. Seorang bijak mengatakan “pernikahan adalah sebuah institusi pendidikan yang mematangkan jiwa”.
Adaptasi pascanikah tak dapat digeneralisasi begitu saja, karena tiap orang punya kondisi yang beragam. Tapi dapat digaris bawahi, bahwa adaptasi tersebut akan lebih mudah jika sudah jadi paket persiapan sebelum pasangan melangsungkan pernikahan. Ada baiknya hal tersebut juga dipersiapkan saat pasangan membicarakan mengenai rencana-rencana di kemudian hari, tak hanya seputar Weding Organizer, hari H, dan sejenisnya saja. Melainkan juga tentang penyesuaian setelahnya seperti penyesuaian kebiasaan dan karakter, tempat tinggal, pekerjaan, keluarga besar, dan lain-lain.
Mungkin hal tersebut agak canggung untuk dibicarakan. Tapi idealnya sebelum akad, calon pasangan suami istri minimal sudah memiliki perencanaan yang jelas di tiga bulan pertama kehidupan pascanikahnya. Hal ini dimaksudkan agar setelah nikah dapat langsung eksekusi rencana-rencana yang telah dibuat. Tentu saja sembari menyempurnakan rencana-rencana yang lain.
Dari sudut psikologi keluarga, dinamika pernikahan dibagi 2 (Carter& McGoldrick 1989) yaitu fase pembentukan keluarga dan fase pemeliharaan keluarga. Contoh persiapan pascanikah yang sudah diberikan di awal tulisan adalah bentuk fase pembentukan keluarga yang dapat dianalogikan saat membangun sebuah konstruksi kapal dan persiapan siapa dan dengan siapa nanti kapal tersebut akan dilayarkan. Pada tahap ini dikenal proses pengenalan yang dapat dikaitkan dengan pemahaman pribadi dan visi-misi calon pasangan satu sama lain, serta keluarga besar dan segala aktivitasnya. Contohnya mengenai pekerjaannya, teman dan pergaulannya, hobinya, dan lain-lain.
Pada tahap kedua, yaitu pemeliharaan keluarga atau perkawinan.Tahap ini ibaratnya sudah terjun langsung menghadapi dunia nyata. Ibarat layar kapal sudah terkembang, pantang putar haluan. Fokus sudah pada pasangan suami-istri sebagai sebuah tim, membimbing anak, dan yang sering dilupakan adalah personal growth as a person atau perkembangan diri pasangan sebagai seorang individu utuh.
Bersatunya dua insan dalam pernikahan maka menyatukan dua karakter yang berbeda. Bukan masalah bagaimana karakter pasangan kita, hal terpenting adalah bagaimana kita menghadapinya. Hal itu yang perlu dilakukan dalam penyesuaian karakter masing-masing dalam adaptasi pascanikah. Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah mengendalikan diri kita sendiri dengan mengubah sikap kita kepada orang lain, yang semoga dengan perubahan sikap kita tersebut, orang lain (dalam hal ini pasangan) juga bisa berubah.
Waktu yang diperlukan dalam proses penyesuaian karakter tersebut tergantung bagaimana diri kita. Sikap saling memahami, dan rasa nyaman merupakan hal yang bisa dijadikan katalisator dalam proses penyesuaian pasangan.Semua butuh saling penyesuaian. Tidak ada patokan usia perkawinan dalam proses penyesuaian karakter. Hal ini karena semua dapat berubah baik kondisi fisik, usia, juga peran. Hal yang terpenting problem yang muncul tuntas atau tidak, ada mutual self disclosure sebagai dasar kepercayaan. Begitu pula bertengkar bukan indikator suatu perkawinan bagus atau tidak. Bertengkar harus konstruktif agar mengarah pada solusi.
Sikap yang cukup penting saat proses adaptasi yaitu percaya. Percaya jika kita dan pasangan akan saling bertanggungjawab. Sikap yang sangat perlu dihindari yaitu sikap menuntut begini begitu kepada pasangan. Berilah kesempatan pasangan untuk memahami kita dengan membuka diri dan menaruh kepercayaan padanya.
Kepercayaan pada pasangan ini dapat dijadikan kunci untuk menjalani LDR. LDR itu memang lebih jarang bertemu fisik dan beraktivitas bersama, tapi bukan berarti komunikasi tidak sebagus dari yang lebih dekat.Mengutip salah satu quote; “harusnya jarak tak terlalu bermasalah untuk dua hati yang sudah terikat”.Pasangan harus Memiliki waktu-waktu komunikasi yang intensif dan berkualitas (optimalkan komunikasi dengan gadget), dan memiliki couple time.
Modal utama “Basic Trust” dengan pasangan harus kuat, batasan harus jelas (do and don’t). Hargai kesibukan masing-masing tanpa menonjolkan kesibukan diri. Manfaatkan hal itu untuk evaluasi diri dan buat rencana-rencana rumah tangga. Paling penting yakini bahwa pasangan kita itu titipan Tuhan. Oleh karena itu, harus bertanggunggjawab sebagai seseorang yang dititipi dan jangan sampai bersikap posesif karena sudah harus sadar bahwa ia bukan milik pribadi.
Salah satu fungsi keluarga adalah membuat individu didalamnya menjadi insan yang lebih baik. lebih baik dalam mendengarkan orang lain, lebih baik dalam watak dan perilaku, lebih baik dalam memposisikan diri sebagai makhluk Tuhan, dan lebih baik dalam membimbing anak-anak. Hal itulah yang dinamakan pertumbuhan diri (Personal growth).
Akan tetapi personal growth tersebut sering kali dilupakan karena terlalu berkutat pada rutinitas hidup, kejar duniawi, dan pakai standar orang lain dalam kehidupan pribadi kita. Padahal intinya berkeluarga itu adalah harmoni, bahagia, menjadi lebih baik, dan dalam keluarga ada sisi ibadah dan membahagiakan sesama. Ada baiknya pada program keluarga dicantumkan personal growth masing-masing. Agar dapat saling kontrol dan mendukung. Antara suami isteri juga anak-anak.
Contoh jelasnya seperti ini. Misal pasangan suami-istri hendak melanjutkan studi. Tak ada masalah dengan menuntut ilmu lebih tinggi. Tapi karena mereka sudah menikah atau dengan kata lain tak sendiri lagi, dan mungkin ada anak-anak, Maka nilai personal growth-nya bukan di studi lanjutnya, tapi bagaimana mereka diskusi dan menghargai kepentingan anak dan pasangan. Misalnya bergantian masa tempuh studi, sharing tanggung jawab, atau berniat studi lanjut agar dapat lebih Mensejahterakan keluarga dan jadi tauladan anak-anak.
Pada proses adaptasi pasacanikah pun perlu membentuk plan. Plan yang jelas itu yang terukur tapi tak kaku. Perencanaan atau planning harus diikuti diskusi karena merupakan planning bersama bukan planning sendiri lagi, diikuti batasan apa yang masih bisa dan tidak, diikuti konsistensi melaksanakan, dan evaluasi, berjalan sesuai plan atau harus berubah sesuai kebutuhan. Planning juga dapat sesuatu yang bukan material, seperti anak-anak paham tugas-tugas rumah tangga kapan dan bagaimana strateginya.
Setiap pasangan memiliki bentuk dan kondisi yang berbeda, namun pada umumnya terjadi di sekitar kkita. Berikut beberapa bentuk adaptasi dengan kondisi yang sering terjadi:
1. Adaptasi Pasangan yang Dijodohkan
Ada apa dengan dijodohkan? Adakah yang salah? Toh, jodoh bisa dipertemukan dengan berbagai cara, termasuk dijodohkan.Sejatinya, mau sebuah pasangan bersatu dengan dijodohkan atau tidak, akan tetap memerlukan proses adaptasi pascanikah. Hanya mungkin yang perlu dipastikan lagi dan lagi adalah, apakah perjodohan itu merupakan keputusan kita juga. Karena sesuatu yang diputuskan bukan oleh hati kita, biasanya berat untuk dijalani. Ketika kita sudah masuk tahap memelihara pernikahan, alias sudah resmi nikah, maka ubah mindset bahwa dijodohkan berarti berat. Tak selamanya orang yang memutuskan menikah karena saling cinta di awal bakal langgeng, dan sebaliknya jika dijodohkan bakal susah.Tenang saja, rasa cinta biasanya akan tumbuh dengan sendirinya, seiring dengan pengorbanan dan penyesuaian yang dilakukan oleh pasangan kita.Percayalah, kita akan mendapatkan sesuai dengan apa yang kita berikan. Termasuk rasa sayang dan cinta.
2. Adaptasi Tinggal dengan Mertua
Sederhananya, orangtua itu sayang sama anaknya, ingin yang terbaik buat anaknya. Tapi kadang caranya yang kurang sesuai dengan kita. Fokus pada big picture-nya yaitu pemahaman bahwa mereka sayang sama kita. Ikuti saja alurnya, jaga komunikasi dan hubungan yang baik dan perlahan lahan kita menjelaskan keinginan dan baiknya seperti apa ke orang tua. Jika mereka sudah melihat kondisi kita dan kita dapat menjelaskannya dengan baik, maka mereka akan mengerti.
Sebaliknya, ketika orang tua sudah renta dan meminta anaknya untuk merwatnya dan tetap tinggal dengannya, walaupun anak dengan pasangannya sudah memiliki segalanya maka tidak ada salahnya untuk kembali menemani orang tua. Hal tersebut bukan problem yang didapat tapi banyak pengalaman positif, penyesuaian pasangan suami-istri yang makin kompak, dan anak-anak yang makin peduli pada eyangnya. Banyak manfaat positif yang didapat dalam keluarga jadinya.
3. Adaptasi Menghargai Kegiatan Pasangan
Suami dan istri itu hakikatnya sudah berada dalam konsep rumah tangga, yang di sana bukan hanya masalah suami isteri, tapi ada pekerjaan, kontribusi ke masyarakat, sosial, dan lain-lain. Tak semuanya harus dikerjakan secara bersamaan. Bahkan dalam konsep produktivitas, jadinya malah kurang produktif. Tinggal tentukan bersama, kapan waktu yang bisa dihabiskan bersama suami/istri, mana waktu yang suami dan istri produktif dengan kegiatan masing-masing.Tetap ada ruang dan waktu lain yang dapat dipakai bersama.
Praktiknya, batasan ruang dan waktu itu Harus jelas. Misal jam kantor, itu domain pribadi, tapi pas istirahat dapat komunikasi via telepon/wa/sms. kalau terpaksa lembur harus berkabar dan mengganti waktu. Sebaliknya dari sisi istri juga seperti itu. Hal tersebut dapat dijadikan media personal growth. Kalau disuruh milih pasti suami lebih suka istri yang mendukung dan mendoakan ketika tugas/kerja, serta menyambut dengan gembira ketika dia pulang tugas/kerja. Dari pada istri yang kalau suami tugas malah sakit, mellow, Telpon terus, dan selalu khawatir. Semua by process dan tidak harus selalu perfect. Dari situ dapat membentuk interdependency bukan dependen dengan pasangan.
Jika boleh mengutip “Aku mau ikatan kita adalah ikatan yang membebaskan, bukan ikatan yang saling memberatkan apalagi saling mengekang. Aku mau ikatan kita adalah ikatan yang saling menguatkan dan melengkapi, bukan ikatan saling ketergantungan yang membuat satu orang diantara kita jadi lumpuh ketika tak ada yang satunya.”
4. Adaptasi Pasangan Agar Menjadi Partner Berbakti pada Orang Tua
Introspeksi dulu apakah kita sudah berbakti pada orang tua pasangan kita, Dan sudah jadi mediator untuk menndekatkan pasangan ke orang tua kita? Ini point nya. apalagi sebagai seorang istri, jika suami masih punya ibu atau orang tua, itulah ladang pahala suami. Maka ingatkan dia setiap saat untuk berbakti pada ibunya semampu kita. Rutin berkabar, mendoakan, atau mengirimi sesuatu dapat dilakukan bersama, atau malah ajak tinggal bersama kita. Sebaliknya setiap kita adalah mediator bagi pasangan kita untuk dekat dengan keluarga besar kita termasuk orang tua, seperti duta besar. Pasangan yang tak hanya cinta kita dapat teridentifikasi sejak proses perkenalan. Bagaimana perhatiannya ke keluarga besar kita. sebaliknya apakah kita sudah melakukan hal yang sama ke keluarga calon pasangan? Jadi harus saling memperhatikan satu sama lain.
5. Adaptasi Menjadi Working Mother
Ada kalanya seorang istri dilema antara keinginan untuk berkarir sesuai dengan ilmu yang didapat saat kuliah atau jadi ibu rumah tangga. Hal itu cukup membingungkan saat kita setelah menikah dan memiliki anak dituntut mengurus keluarga dan mendidik anak secara ekstra penuh hingga usia anak 7 tahun.Menyikapi hal tersebut, satu hal yang perlu diyakini bahwa ibu yang baik itu tidak ditentukan dari ibu bekerja atau hanya mengurus keluarga di rumah.
Tolak ukurnya ada pada seberapa bertanggungjawab menjalankan peran sebagai ibu. Maksudnya, di zaman sekarang karir dan ibu bukan dua hal yang harus dibenturkan, tapi dapat sejalan. Tinggal pembagian peran dan supporting-nya yang dikelola. Hidup itu memang pilihan. Tapi kadang kita suka lupa, kalau membicarakan pilihan, kita bukan hanya mempertimbangkan apa saja pilihannya, tapi terlebih penting adalah apa konsekuensinya. Jika ingin jadi ibu karir, maka konsekuensinya harus buat supporting system di keluarga yang memastikan anak-anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Selalu utamakan keluarga.
6. Adaptasi Gaya Komunikasi yang Tepat Pascanikah
Banyak pasangan terjebak mendefinisikan komunikasi dengan harus saling tahu. Seolah kita harus tau tentang semua hal yang berhubungan dengan pasangan kita, begitu juga sebaliknya. Akhirnya, kita terjebak pada hal-hal teknis; sulit terbuka, merasa pasangan tertutup, bahkan yang lebih akut seperti curiga terhadap pasangan atas apa yang tidak atau belum kita ketahui.
Padahal, inti komunikasi itu adalah saling mengerti juga memahami. Tahu segalanya mengenai pasangan belum pasti sudah mengerti. Misal, banyak pasangan yang tahu kekurangan pasangannya, tapi tak bersedia menerima dan mengerti pasangannya. Tapi kalau kita sudah belajar mengerti dan memahami pasangan kita, insya allah, kita dapat lebih menerima kondisi pasangan kita. Entah apakah itu hal yang sudah kita tahu, atau belum kita tahu. Dan di masa-masa penyesuaian setelah nikah, yang harus dilakukan adalah belajar memahami bagaimana pasangan kita, bukan sekedar mengetahui apa saja hal-hal yang berhubungan dengan pasangan. Memahami, jauh lebih dalam dari sekedar tahu.
Kalau cara komunikasi dengan pasangan, tentu tak dapat dipukul rata karena setiap orang punya karakter dan kondisi masing-masing. Namun, dapat pula digaris bawahi bahwa komunikasi yang baik antar pasangan, selalu dimulai dari rasa nyaman. Buat pasangan kita nyaman dengan kita, biasanya komunikasi lebih lancar dan terbuka. Kalau kita masih ada barrier, canggung, suka sungkan bicara dengan pasangan, mungkin rasa nyamannya yang perlu ditingkatkan.Salah satu cara bikin nyaman; selagi kita bisa, perlakukanlah pasangan kita, sebagaimana dia ingin diperlakukan dengan sebaik-baiknya.
Dengan kata lain, komunikasi itu mau mendengarkan dan mau tahu tentang pasangan kita, serta memberi kesempatan pasangan memahami kita. Caranya, dengan menyampaikan apa yang kita mau dan rencanakan. Gaya komunikasi pun berbeda-beda. Ada yang suka bahasa lisan, tulisan, saat serius, atau saat santai. Jika pasangan yang tertutup maka tidak ada salahnya kita yang proaktif terbuka.
7. Adaptasi Pascanikah ketika Bosan Saat Fase Pembentukan Keluarga
Kuncinya mungkin jangan terjebak rutinitas. Sesekali buat refreshing, liburan, melakukan hal bersama yang tidak biasa. Dapat pula direncanakan tiap bulan punya project keluarga yang produktif tapi fun.
Ada pula jika kebosanan itu pada calon pasangan, berarti tidak ada kecocokan dan mutual self disclosure. Itu pertanda bahwa hubungan tidak dapat dilanjutkan, selagi belum menikah. Tapi jika pada rutinitas pendekatannya itu berarti perlu diskusi lain yang memang penting dan menarik. Namun dapat juga kita yang belum siap berbagi pada orang lain, masih suka sibuk sendiri dan belum mau memperhatikan kepentingan calon pasangan. Tapi Ini khusus untuk tahap persiapan pernikahan, bukan saat sudah menikah.
Lebih jauh, bosan itu tanda bahwa yang dicari tidak ketemu atau malah sudah dapat, jd tidak menarik lagi. Masalahnya apa yang dicari pada pasangan yang sedang pendekatan? passion kah? Komitmen kah? Atau intimacy kah? Dikhawatirkan bahwa yang dicari passion. Karena komitmen dan intimacy ini sifatnya kualitas interaksi, jadi ya makin jauh, makin kompleks dan makin menarik. Kalau passion ini yang warning! Hanya cari cantik/ganteng, cari seksi/gagah, cari sexual appeal. Jadi begitu ada yang lebih maka jadi malas dengan yang ini, saat sudah “dapat”, maka hilang sensasinya. Dari hal ini kita dapat pahami dalam cinta saja sisi spiritualnya lebih banyak daripada sisi duniawinya.
Tinggal kita pilih mana yang paling cocok dan sesuai dengan kondisi kita. Kadang tak semuanya itu hitam putih. Tapi dapat juga abu-abu. Dan percayalah; selalu ada jalan tengah.Intinya keseimbangan dan harmonisasi antar interaksi anggota keluarga didalamnya merupakan hal yang penting. Dasarnya cinta pasangan suami-istri (komitmen, intimacy, dan passion) serta interdependency antara orang tua-anak.
“Pernikahan” adalah sebuah perjalanan. Tidak hanya menyatukan dua insan, namun bagaimana keduanya berproses dan ber-progress menjadi lebih baik dalam sebuah payung bernama “rumah tangga”. Sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya memberi kepada pasangan, masalah memanennya kapan, nanti serahkan kepada Tuhan. Low expectation, high performance.

(30 Mei 2015, Diskusi FC#4)
Pemantik:
1. Nazrul Anwar (Penulis “Letter to Karel” dan “Genap”).
2. Kartika Sari Dewi, S. Psi., M. Psi. (Dosen Psikologi, Psikolog Klinis Dewasa & Keluarga).

Moderator: Melinda Nurimannisa (FIM 13).
Notulis: Dimas Prasetyo Muharam (FIM 14c).

PERJANJIAN PRA NIKAH

index

Sesungguhnya menikah itu untuk kebaikkan. Pernikahan dibangun dengan rasa percaya. Namun, ujian pernikahan itu banyak dan tidak tahu ke depannya seperti apa, khususnya jika salah satu pasangan pernah mengalami hal-hal yang tidak diinginkan dan nyatanya banyak perempuan yang dirugikan. Maka terkadang dalam pernikahan terdapat perjanjian pra nikah. Perjanjian pra nikah atau disebut juga perjanjian kawin adalah perjanjian yang dibuat oleh calon mempelai perempuan yang poin-poinnya dibuat di hadapan notaris kemudian disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan.

Dasar hukum perjanjian pranikah yaitu pasal 29 UU no. 1 tahun 1974 juncto pasal 139 KUH Perdata. Perjanjian pra nikah ini dibuat berkenaan dengan peraturan harta kekayaan calon suami dan istri sebelum dan ketika perkawinan berlangsung. Setelah perjanjian kawin dibuat lalu didaftarkan pada kantor catatan sipil atau kantor urusan agama (KUA). Pada saat dilangsungkan perkawinan akan dibacakan untuk mengikat pihak ketiga.

Di lihat dari aspek sosiologi hukum, perjanjian kawin ini dibuat karena banyak fenomena perkawinan berujung pada perceraian yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia, sehingga menyebabkan salah satu pasangan menjadi korban. Secara psikologis, perjanjian pra nikah itu akan kembali kepada komitmen pernikahan dan perjalanan kepribadian mereka.

Seberapa pentingkah perjanjian kawin ini dibuat? Jika kedua mempelai adalah sama-sama warga negara Indonesia, maka tergantung kebutuhan. Tapi untuk sebagian orang yang belum percaya diri dengan pasangannya, terutama bagi yang melihat atau merasakan fakta rusaknya rumah tangga yang berakhir pada hilangnya hak seseorang terhadap hartanya, dia akan merasa butuh. Misal ada pasangan yang bercerai dan mantan suaminya menuntut harta gono gini, padahal yang bekerja mantan isterinya.

Selain itu ada juga pasangan menikah lalu beberapa tahun kemudian, suami berpindah keyakinan sedangkan isteri tetap akan keyakinannya. Namun suami tidak mau menceraikannya yang pada akhirnya anak dibawa kabur oleh suami. Anak direnggut, status pernikahan digantung. Beberapa peristiwa dan pengalaman yang terjadi seperti contoh tersebut yang menjadikan sebagian orang takut menghadapi kehidupan rumah tangga (tapi tetap ingin berumah tangga) dan akhirnya mereka merasa penting membuat perjanjian kawin ini.

Berbeda jika perkawinan warga negara asing (WNA) dengan warga negara Indonesia (WNI). Perkawinan di Indonesia menganut sistem percampuran harta, sehingga ketika laki-laki dan perempuan menikah maka harta yang didapat pada masa perkawinan itu menjadi miik berdua termasuk hutang piutang. Tidak hanya percampuran harta tapi statusnya juga akan beda khususnya perempuan. Pada umumnya status kewarganegaraan akan berubah sesuai status kewarganegaraan suami. Hal ini yang akan membatasi hak isteri sebagai ahli waris misalnya. Itulah faktanya saat ini untuk menjaga hak-hak maka dibuatlah perjanjian kawin. Namun, jika menjadikan pernikahan sebagai momen persahabatan dunia dan akhirat serta ibadah maka perjanjian kawin nampaknya tidak terlalu penting.

Apakah perlu melibatkan keluarga besar dari kedua belah pihak dalam membuat perjanjian kawin? Dalam membuat perjanjian kawin tersebut terserah kedua belah pihak. Ingin melibatkan keluarga besar, RT, RW, Kelurahan, atau sekecamatan dilibatkan dalam pembahasan boleh-boleh saja. Namun, yang jelas tanda tangan di perjanjiannya Cuma sama calon suami istri dan para saksi.

Bagaimana bahasan yang tepat untuk mengajak calon dan keluarga dalam membuat perjanjian pra nikah? Hal ini tergantung karakter keluarga dan calonnya serta tergantung pula dia WNA atau WNI, yang jelas ketika membuat perjanjian ini maksud dan tujuannya terbayang mau diarahkan kemana. Jika salah satu pasangan WNA, tampak mudah yaitu dengan bahasan perbedaan hukum di negara masing-masing. Jika sesama WNI maka dilihat kembali akan kebutuhannya sehingga akan membuat perjanjian kawin seperti apa. Hal ini tentu berhubungan dengan era zaman, tujuan hidup, persepsi tentang pernikahan, dan kepribadian individu yang dibentuk oleh keluarga serta masyarakat.

Tidak semua perjanjian kawin itu perlu didaftarkan ke notaris. Jika mengacu pada kitab undang-undang hukum perdata, pasal 1313 menyatakan bahwa perjanjian adalah perbuatan minimal 2 orang atau lebih mengikatkan dirinya satu dengan yang lain. Jika dikaitkan dengan pasal 139 bahwa perjanjian pra nikah itu boleh perjanjian apapun selain harta kekayaan asalkan tidak bertentangan dengan ketertiban dan tata susila yang baik, artinya perjanjian kawin macamnya 1. Namun isinya beragam tergantung kebutuhan kita serta bentuk kesepakatannya.

Ada perjanjian kawin yang dibuat dalam bentuk kesepakatan tertulis dan lisan dengan suami atau isteri serta hanya diketahui oleh anggota keluarga. Kesepakatan tersebut dapat berupa jika salah satu pasangan berpindah keyakinan maka tidak boleh menghalangi untuk bercerai. Jika terjadi perceraian maka harta dilimpahkan untuk anak, semua dibalik nama atas anak. Suami atau isteri tidak berhak mengambil apapun karena semua itu untuk masa depan anak-anak. Kesepakatan- kesepakatan tersebut dapat dijadikan sebagai perjanjian kawin dan cukup dibicarakan berdua serta dihadirkan saksi dari masing-masing keduanya.

Bagaimana hakim memproses jika perjanjian pranikah tidak mnggunakan materai, misal menggunakan perjanjian tertulis atau bahkan yang hanya secara lisan apabila salah satu pasangan menuntutnya? Jika perjanjian tersebut tertulis tapi tidak dihadapan notaris atau istilahnya perjanjian di bawah tangan, maka sebagian hakim bisa menjadikan perjanjian tertulis tersebut sebagai bukti tertulis. Jika perjanjian kawin tidak disertai materai atau bahkan hanya secara lisan, maka turut disertakan saksi-saksi yang di luar pihak keluarga. Hal tersebut seharusnya bisa diproses dengan melihat unsur-unsur lain yang menjadikan kasus tersebut muncul.

Perlukah memberitahukan perjanjian pra nikah kepada anak nanti? Jika si anak belum dewasa dan perjalanan pernikahan baik-baik saja maka hal tersebut tidak perlu diceritakan, kecuali si anak dewasa dan kasus pernikahan terjadi. Jika kasus perceraian terjadi saat anak belum dewasa dan efeknya ke anak karena perjanjian pra nikah seperti hak asuh, harta, dll, maka sampaikan beberapa hal berikut kepada anak yaitu:
1. Mengatakan maaf telah membuat dia kecewa dan tidak nyaman
2. Sampaikan garis besar perubahan yang akan terjadi pada hidupnya (tinggal dengan siapa, ke sekolah siapa yang antar jemput, dll.).
3. Sampaikan bahwa anda berdua sebagai orang tua pun sedih hal ini terjadi.
4. pastikan kepada anak bahwa kasih sayang/ perhatian kepadanya tidak akan berkurang.
Penyampaian mengenai hal utuh tentang isi perjanjian pra nikah kepada naka disampaikan saat anak sudah dewasa kelak. Karena, hal tersebut juga butuh pemahaman yang ‘baru’ bisa didapat lewat pengalaman hidup yang ia temui.
Berkenaan dengan perjanjian pra nikah, nampaknya yang perlu di fikirkan bukan perjanjian pra nikahnya tapi niat, tujuan pernikahan dan gambaran pernikahan yang ingin kita bangun. Hal itulah yang akan menentukan bangunan rumah tangga kita termasuk nahkoda kapal rumah tangga kita.

Ada atau tidaknya perjanjian pra nikah, tidak akan merubah sedikitpun kewajiban-kewajiban yang mengikat kedua mempelai. Namun, jika memang diperlukan sebagi bentuk antisipasi maka silakan. Jangan sampai apa yang kita tulis menjadi doa kelak di kemudian hari. Kepercayaan adalah hal yang timbul dari interaksi intens dan saling memahami satu sama lain. Namun, sebagai manusia seringkali kita harus bertindak seperti “expect for the best, prepare for the worst.”

(25 April 2015, Diskusi FC#4)
Pemantik: 1. Cupi Legilasa Fauziah, S. H, M. Kn (Master Hukum dan Notaris)
2. Bune Sukmasari (Dosen Psikologi dan Konsultan Psikologi Remaja)
Moderator: Arif Rahman Hakim FIM 16
Notulis: Zuhay R Zaffan FIM 15

11 HAL SEPUTAR PERSIAPAN PERNIKAHAN

persiapan-pernikahan

Cinta ibarat legenda yang tak pernah habis dibicarakan. Pernikahan, salah satu wujud dari eksistensi cinta di dunia, tak tabu lagi dibahas oleh kita, kaum dewasa muda. Ketika pernikahan telah dekat di depan mata, berbagai pertanyaan bermunculan. Namun, satu per satu akhirnya terjawab.

1. Bagaimana menetapkan anggaran pernikahan?
Setiap pasangan pasti memiliki impiannya masing-masing bagaimana cara mensyukuri atau merayakan pernikahan mereka. Ada yang ingin dirayakan dengan mengundang orang-orang terdekat, ada pula yang ingin berbagi kebahagiaan dengan mengundang sebagian besar relasi yang mereka miliki. Apapun bentuknya, pesta pernikahan tentu saja berkaitan dengan anggaran. Keinginan dan anggaran seperti dua sisi mata uang. Kita ingin pesta yang mewah tapi anggaran tidak cukup. Oleh karenanya, kita menyesuaikan bentuk pesta dengan anggaran yang ada. Atau justru sebaliknya, kita ingin pesta yang mewah namun anggaran tidak cukup. Oleh karenanya, perlu berjuang matimatian mengumpulkan uang supaya anggaran terpenuhi sehingga pesta idaman kita bisa dilaksanakan. Kita pasti tahu bagaimana kondisi keuangan kita dan pasangan. Di sinilah tugas kita untuk survey harga berbagai vendor. Kalau cocok dengan selera dan anggaran.. Go ahead!
Perlu diketahui pada umumnya anggaran paling banyak dihabiskan untuk makanan. Terkait makanan, kalau mau simple, pesan di catering. Tapi tidak ada salahnya juga jika mengerahkan rombongan untuk memasak sendiri. Biasanya, kalau pesta di rumah, masih memungkinkan untuk masak sendiri. Biayanya pun pasti lebih hemat. Pastikan bahwa makanan yang kita hidangkan mencukupi untuk para tamu yang hadir. Lebih baik lebih daripada kurang. Kalau lebih, makanan bisa kita bungkus untuk dibawa pulang atau dibagikan kepada saudara, tetangga, atau siapapun yang membutuhkan.
Jangan memaksakan kehendak terhadap vendor yang kita inginkan, jika anggarannya memang tidak mencukupi. Untuk orang-orang yang perfeksionis, mungkin agak sulit melepaskan vendor impian. Tapi, jadi calon pengantin mau tidak mau memang harus realistis juga. Tidak bisa sepenuhnya idealis.

2. Bagaimana pembagian anggaran pernikahan diantara calon pasangan (50:50 atau full oleh pihak laki-laki)?
Pembagian anggaran pernikahan tergantung kesepakatan keluarga laki-laki dan perempuan. Tentang penyelenggara pesta pernikahan, ada beberapa prinsip. (1) Keluarga perempuan penyelenggara utamanya (2) Keluarga laki-laki penyelenggara utamanya (3) Kedua keluarga menjadi penyelenggaranya. Jika menganut prinsip yang pertama, maka anggaran pernikahan pada dasarnya ditanggung oleh keluarga perempuan namun tidak menolak jika keluarga laki-laki ingin membantu. Jika keluarga laki-laki ingin berpartisipasi dalam pembiayaan, jumlahnya terserah pada mereka. Posisi orang tua ketika di pelaminan, juga menunjukkan siapa yang menyelenggarakan pernikahan. Jika orang tua dari mempelai perempuan yang berdiri di bagian paling depan, artinya mereka yang disalamin duluan, berarti pesta itu diselenggarakan oleh pihak perempuan.
Setelah pesta pernikahan yang biasanya dilaksanakan di daerah domisili mempelai perempuan, ada juga yang istilahnya “ngunduh mantu” kalau dalam bahasa Jawa. Kalau anak gaul bilang..”download mantu”. Ngunduh mantu diselenggarakan oleh pihak laki-laki, pada umumnya. Anggarannya tentu saja berpusat pada keluarga laki-laki.

3. Bagaimana cara meminimalisir biaya pernikahan dengan pesta yang meriah, namun, terjangkau dan menyenangkan semua pihak?
Hidup itu sederhana, yang hebat hanya tafsiran-tafsirannya. Begitulah prinsip hidup Pramoedya Ananta Toer, novelis legendaris yang pernah menjadi kandidat peraih nobel sastra dari Indonesia. Tak berlebihan, karena begitupun yang diajarkan oleh agama Islam. Dalam prinsip ini, tentu saja harus sejalan dengan kehidupan. Termasuk, diantaranya, dalam penyelenggaraan pesta pernikahan. Pernikahan adalah hari yang sangat dinanti-nanti bukan?
Berikut 10 LANGKAH MUDAH yang bisa teman-teman ikuti untuk menyelenggarakan pesta pernikahan murah tanpa wedding organizer.
1) Tunangan All-In
Adat Jawa tidak mengenal tunangan, tapi, lamaran. Lamaran adalah proses penjajakan kedua keluarga sekaligus meminta persetujuan pihak yang akan dinikahkan. Namun, supaya lebih memudahkan ke depannya, kami memutuskan untuk tukar-cincin juga (tunangan). Cincin ini juga yang akan jadi cincin kawin di kemudian hari. Tinggal dipindahkan saja dari jari manis kiri ke jari manis kanan. Hemat nan pantas, bukan?
2) Pesta di Salah Satu Pihak
Dalam budaya Jawa, ada dua pesta, pesta pernikahan di pihak perempuan dan pesta pernikahan di pihak laki-laki, istilahnya “ngunduh mantu”. Padahal, jika pesta di salah satu pihak saja, itu cukup menghemat anggaran. Keduabelah pihak, laki-laki dan perempuan, dapat saling dukung perihal dana dan tenaga.
Kalau kami, hanya pesta di satu pihak saja, sedangkan di pihak laki-laki diadakan tasyakuran sembari pengajian saja. Kebetulan, suami memang anak terakhir yang menikah, kedua adik perempuannya sudah nikah duluan. Jadi, tidak ada masalah. Ingat, selalu musyawarah ya 🙂
3) Atur Anggaran Pesta
Pesta tanpa anggaran ibarat maju ke medan perang tanpa senjata. Ini sangat penting. Karena segala pernak-pernik yang dibutuhkan sewaktu perencanaan kelak akan sangat menipu. Sisihkan 10%-20% dana tak terduga untuk menutup biaya.
4) Buat Ceklist dan Dateline
Sudah tau apa saja yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pesta pernikahan? Sempatkan mencatat apa saja yang diperlukan untuk tetek-bengek pesta pernikahan, mulai browsing-browsing maupun nanya teman-teman yang sudah nikah duluan. Ceklist dan dateline ini sangat penting dalam mempersiapkan pesta pernikahan supaya keep in track.
5) Cari Vendor
Vendor adalah jantung dari sebuah event, setelah konsep dan anggaran. Mengapa? Sekalinya kita menemukan vendor yang pas di hati, baik secara jalinan kerjasama maupun biaya, ini akan menyukseskan event.
6) Urus Surat Nikah
Setelah mempersiapkan semuanya. Ingat H-30 kalau bisa usahakan mengurus surat nikah.
7) Asah Kreativitas
Menghelat pesta pernikahan artinya harus kreatif. Orang-orang yang tak mau terlalu repot dan punya dana bisa membayar wedding organizer. Jangan khawatir. Ada jutaan situs di internet yang bisa bantu kamu untuk mencari inspirasi mulai dari design cincin kawin, design undangan, cara bikin undangan online gratis, cara make up dan hair-do/ hijab-do, model gaun terkini, sampai bagaiman cara berpose dengan kamera jepretan tripod namun terasa profesional. Ini tentu sangat menghemat budenganet pernikahan.
8) Manajemen Event Mandiri
Kreatif artinya berdaya mandiri dan penuh ide. Kalau saya, tentu saja memanajemen event mandiri (dibantu keluarga). Silakan download ceklist pada point no. 4 dan tambahkan sesuai kebutuhan. Pesta pernikahanmu tentu dapat berjalan lancar, sesuai budget.
9) Perawatan Pranikah Di Rumah
Siapa bilang perawatan pra-nikah harus berbiaya selangit? Untuk perempuan yang sudah terbiasa dengan do-it-yourself treatment seperti saya, perawatan pranikah cukup dilakukan di rumah. Ada jutaan tips di internet untuk hal ini, salah satunya adalah: Skin Beauty Care, Crazy Indian Wedding, Style Craze dan masih banyak lagi. Secara rutin dapat menggunakan masker dan lulur seminggu sekali, bahkan jika sudah rutin melakukannya sejak kelas 2 SMP! Jadi, jangan khawatir, perawatan di salon itu mahal di jasa kok. Bahan-bahan serupa banyak ditemukan di supermarket terdekat dan tentu saja, dengan bantuan saudara, kamu bisa melakukan perawatan ala spa di rumah. Mudah dan murah.
10) Minta Bantuan Saudara/ Sahabat
Last but not least, minta bantuan saudara dan sahabat. Tanpa mereka, kita bukanlah apa-apa. Tentu saja diiringi doa ya, supaya pesta pernikahanmu dari A-Z bisa optimal. Di Jawa, ada istilah “Rewang”. Tradisi turun temurun yang mengakrabkan sanak-saudara untuk bahu-membahu membantu segala persiapan hajatan. Dan ini sifatnya take-and-give, siapa yang sering ‘rewang’, dia juga yang akan ‘direwangi’. Menjadi makhluk sosial yang seutuhnya memang harus mengenal dan menjaga silaturahim dengan tetangga dan saudara, sehingga, kelak, kita akan dimudahkan.

4. Biasanya dalam menentukan besar/kecilnya anggaran pesta ataupun acara misalnya pakai adat-adat tertentu, peran orang tua sangat besar. Bahkan, tidak jarang orang tua kedua mempelai kekeuh dengan pendapatnya karena ingin memberikan pesta yang terbaik untuk anaknya. Bagaiamana sebaiknya peran kita sebagai calon pengantin dalam menengahi perbedaan pendapat para orang tua?
Balik lagi ke musyawarah. Kalau secara agama, walimah itu sederhana saja, seperlunya karena niat ibadah jangan dipersulit. Kalau d jawa, ya pesta biasa, lalu ngunduh mantu. Hemat waktu dan biaya. Tentu saja berkat musyawarah. Adat boleh, tapi jangan sampai persulit diri sendiri sampe akhirnya gagal nikah hehe

5. Perlukah Lamaran dan apa saja yang dipersiapkan?
Lamaran perlu. Biasanya sebelum lamaran, ada perkenalan keluarga dulu. Di perkenalan ini, tujuannya memang hanya untuk mengenal secara langsung keluarga dari pihak laki-laki dan perempuan. Dari sini, bisa dilihat apakah kedua keluarga merasa saling cocok. Taunya dari mana? Dari interaksi-interaksi yang terjalin mulai dari penyambutan keluarga perempuan terhadap keluarga laki-laki hingga dari obrolan/gaya komunikasi masing-masing keluarga. contoh keluarga perempuan suka becanda, keluarga laki-laki tidak. Terdapat perkataan atau tingkah laku dari keluarga perempuan yang tidak sreg di hati keluarga perempuan. Berlaku pula sebaliknya.
Pertemuan keluarga ini merupakan langkah menuju lamaran. Setelah pertemuan keluarga, tanyakan pendapat kedua orang tuamu serta saudara kandungmu tentang calon pasanganmu dan keluarganya. Jika keluarga intimu, khususnya orang tuamu merasa tidak sreg, tanyakan alasannya secara baik-baik. Tapi ingat, terkadang orangtua memiliki alasan yang sulit untuk dikemukakan. Ini semacam firasat atau perasaan yang tidak enak jika hubungan kalian dilanjutkan. Jangan dipertanyakan. Orang tuamu bisa sakit hati jika dibantah. Hindari stres ya. Coba berkomunikasi lagi dengan Sang Pemilik Cinta.
Jika kedua keluarga merasa cocok, lamaran akan dilakukan. Namun jika telah berusaha tetapi pada akhirnya salah satu atau bahkan kedua keluarga tidak sreg, akhiri proses menuju pernikahan, daripada sakit hati di kemudian hari. Ingat bahwa pernikahan bukan hanya antara kamu dan dia, tetapi antara dua keluarga besar.

6. Apa saja persiapan menjelang pernikahan?
1. Mental
Mengutip nasihat bijak Fanny Fajarianti, “Married when you are ready, not when you are lonely.” Seddaaap.. Asik ya quotenya. Jangan galau jika lihat temen-temenmu nikah sementara kamu belum. Mungkin ada rasa kecewa, kok saya belum dipersatukan dengan jodoh saya ya. Terlebih yang usianya sudah ideal untuk menikah. Pernikahan kan bukan perlombaan, siapa cepat, dia yang menang. Jangan lantas teman-temanmu sudah pada nikah, kamu kesepian, terus ikut kontak jodoh di mana-mana. Ingat, married when you are ready, not when you are lonely 😉
Banyak cara untuk mencari jodoh, tapi gunakanlah cara yang terhormat. Misalnya ikut banyak organisasi/ komunitas/ kegiatan sosial. Ada yang bertemu jodohnya di panti asuhan, pas bulan Ramadhan. Cool banget deh, getting married with a stranger! Dia yang bukan teman kamu sama sekali, ketemu sekilas. Pendekatan, eh berjodoh. Kamu juga bisa memanfaatkan link ayahmu untuk bertemu dengan jodohmu. Salah satu tanggung jawab ayah terhadap anak perempuannya adalah mencarikan jodoh yang baik.
Siapkan mentalmu bahwa setelah menikah, kamu bukan orang yang sebebas dulu. Tentu saja tanggung jawabmu bertambah. Kamu tidak hanya bertanggung jawab atas dirimu sendiri tapi juga atas pasanganmu dan anakmu kelak. Jadi untuk yang suka traveling dengan teman-teman, atau solo traveling, puas-puasin dulu deh sebelum menikah. Bisa juga kita save the best destinations untuk dikunjungi bersama suami.
2. Perdalam ilmu agama dan skill yang kira-kira bermanfaat untuk kehidupan pernikahanmu.
Perdalam ilmu agama bisa dengan baca buku, ikut kajian, nambah amalan sunnah, dll. Jika tentang skill, coba latihan nyetir mobil/motor bagi yang belum bisa. Berguna banget supaya kamu bisa mandiri dengan kendaraan pribadi yang kamu miliki. Kamu bisa antar sendiri anak-anakmu ke sekolah. Quality time!
3. Fisik
Pemeriksaan kesehatan sebelum menikah sebaiknya dilakukan, oleh kedua belah pihak. Dari mulai kesehatan gigi sampai organ reproduksi. Untuk perempuan, ada pemeriksaan TORCH. Jadi darahmu diperiksa apakah ada virus tokso, rubella, dan citomegalovirus dalam tubuhmu. Hati-hati infeksi tersebut termasuk infeksi yang ada pada gigimu.
4. Printilan pendukung pernikahan
Seserahan: kebutuhan pribadimu (apapun yang kamu suka. Bisa alat mandi, tas, sepatu, sandal, pakaian dalam, buku-buku, dvd, kaset. Tapi biasanya barang-barang yang sering kamu pakai. Jangan nyusahin diri sendiri ya, Karena yang beli barangnya kamu sendiri) tapi pakai uang calon suami. Jika yang terbiasa bawa kendaraan pribadi/ dianterin dengan mobil pribadi. Coba deh latihan naik transportasi umum. Angkot, bus, commuter line bertebaran di muka bumi. Kelak anakmu harus diajarkan juga loh untuk naik transportasi umum biar mandiri dan membumi. Skill memasak juga harus diasah tuh. Ada yang bilang perempuan harus bisa masak. Anekdot bisa seperti ini:

Istri kepada suami: “Aku belajar masak bukan untuk kamu. Tapi untuk membuktikan kepada ibumu bahwa anaknya mendapat makanan yang baik dari istrinya, seperti saat Ibu masih mengasuhmu.”

Beberapa hal yang harus dipersiapkan:
– Booking wedding venue
– Booking vendor pengisi acara (catering, fotografer, rias dan pakaian, musik)
– Undangan
– Souvenir
5. Kesepakatan/keputusan bersama apa saja dlm mempersiapkan pernikahan seperti hantaran & mas kawin?
a. Visi pernikahan
b. Konsep pesta pernikahan, termasuk lokasi, vendor yang digunakan, souvenir, tamu yang diundang (teman-teman yang beririsan)
c. Mas kawin (calon istri yang minta tapi di sisi lain ingin lihat juga seperti apa dia menghargai kita, tergantung kesanggupan suami)

7. Bagaimana mengomunikasikan keinginan calon pengantin dengann keluarga tentang konsep pernikahan yang diharapkannya?
Intinya anak harus bicara baik-baik dengan kedua orang tuanya tentang konsep yang diinginkan, khususnya jika konsep anak dengan orangtua berbeda. Cari jalan tengahnya.

8. Tips memilih vendor
1. Cari tau review tentang vendor tersebut. Lebih baik jika orang terdekat kita sudah pernah menggunakannya dan hasilnya memuaskan.
2. Vendor memiliki website, atau social media yang selalu update. Ini untuk mengetahui bahwa vendor kita benar-benar ada dan tidak mengecewakan pelanggannya.
3. Kita harus tahu alamat vendor dan mengecek kebenaran lokasinya.
4. Contact person dari vendor mudah dihubungi dan orangnya ramah (mau mendengarkan keinginan pelanggan, sabar diajak berdiskusi hingga diperoleh kesepakatan bersama, membantu memberikan beberapa alternatif solusi agar pelanggan bisa memilih solusi yang sekiranya pas untuknya, siap menerima saran dan kritik dari pelanggan).

9. Bagaimana untuk menghindari ketidakpuasan salah satu pihak keluarga dengan acara pernikahan yang diselenggarakan?
Pada umumnya pernikahan dalam adat jawa adalah agenda si cewek karena istilahnya cowok bakal tanggung seumur hidup. Untuk pernikahan dibebankan pada keluarga cewek. Tapi tetap,yang lamar cowok. Keluarga cowok, kebagian ngunduh mantu (biasanya setelah acara dari cewek). Sebenarnya, pernikahan itu pada adatnya (untuk walimahan) urusan keluarga bukan pengantin. Pengantin urusannya dari lamaran sampai akad (mas kawin,hantaran,dll). Untuk pesta yang berkewajiban menyelenggarakan adalah pihak perempuan. Itu jaman dulu. Jaman sekarang anak muda sudah beda makin mandiri. Jadi ditanggung semua sendiri.
Apa yang buruk? Terkadang ekspektasi keluarga besar tak sama dengan budget si calon. ya susyeeeh….makanya, pesta ya sebisanya.

10. Bagaimanakah cara menentukan mahar dalam pernikahan? Haruskah diskusi dulu dengan orang tua atau cukup kepada kedua mempelai. Benarkah mahar itu ditentukan calon istri?
Di Islam, perempuan paling mulia adalah yang paling rendah maharnya dan itu hak perempuan. Jadi bebas aja mau minta berapa. Pastinya sama cincin kawin. Jadi uang+cincin kawin+hadiah (seperangkat alat solat). Secara hak, mahar ditentukan oleh calon istri. Secara moral, ya lihat kemampuan calon suami. Jangan terbalik! Jangan diliat dari kemampuan calon suami dulu. Paling penting si cewek ridha.
Mahar itu hak prerogatif perempuan. Terserah perempuan maunya apa. Tidak perlu didiskusikan dengan orang tua. Dan seharusnya, pria tidak menawar mahar yang diajukan oleh perempuan. Yah jika perempuannya waras mah, dia akan minta yang sesuai dengan kemampuan calon suaminya.

11. Bolehkah kita optimis luar biasa walaupun sebelum nikah belum ada kerjaan (terutama Bagi suami yang nantinya jadi tulang punggung keluarga)?
Dalam Islam
1. ‘tidak perlu mencemaskan soal rezeki,menikahlah Maka masalah rezeki akan Aku jamin’
2. ‘pintu rezeki akan Antara suami dan istri’
3. ‘Aku sesuai prasangka hambaku’
Minimal, modal keseriusan laki-laki untuk menikahi perempuan adalah sebuah bukti nyata bahwa laki-laki itu sudah punya sesuatu yang bisa digunakan untuk menghidupi si perempuan. Bukti nyata loh, bukan cuma sekadar potensi. Bisa dibalik juga nih. Coba jika nanti jadi bapak, kamu mau tidak menyerahkan anakmu sama laki-laki yang belum jelas pekerjaannya? Sebagai orang tua, pasti kita ingin memastikan bahwa anak kita ada bersama laki-laki yang bertanggung jawab lahir dan batin. Tuhan itu sudah menyiapkan. Tinggal bagaimana menjemputnya.

Pernikahan itu akhir pencarian pasangan hidup, tapi awal perjalanan ….. And , afterall.. We are all travellers…. Our home is in Jannah. Jadi, landaskanlah pernikahan untuk ibadah. Semua bahagia. Hidup bahagia, dunia dan akhirat. Pernikahan bukan sekadar dibicarakan, tapi direncanakan dan dikonkritkan. Semoga keluarga tidak membatasi kontribusi kita untuk masyarakat sekitar.

(11 April 2015, Diskusi FC#4)
Pemantik: 1. Dian Kusumawardhani (Alumni FIM 11, Lead Facilitator KUBIK)
2. Shei Latifah (founder yayasan save street child (SSA))
Moderator: Arif Rahman Hakim FIM 16
Notulis: Rizqa Febriliany Putri FIM 16

Surat Izin Menikah (SIM)

519c70475f9a4_519c704768931

Pernikahan bukan hanya pertemuan dua insan, melainkan pertemuan antara dua keluarga jua. Maka dari itu restu orang tua kedua pihak menjadi kunci pembuka harmonisnya sebuah keluarga. Namun bagaimana jika niat baik belum disambut restu ayah bunda atau mungkin dari keluarga besar?Sesuatu hal berharga yang bisa kita sebut Surat Izin Menikah (SIM) tak kunjung dikabulkan?

Surat Izin Menikah, sangat erat kaitannya dengan restu orangtua. Banyak yang tak kunjung menikah lantaran terhalang oleh restu ortu yang belum didapatnya. Ada yang memilih memaksakan pernikahan tanpa restu, namun ada juga yang bertahan dengan ganjalan di hati. Bukan sekadar restu untuk akad dan resepsinya, melainkan restu yang sebenarnya untuk menjalani kehidupan pernikahan selanjutnya.

Restu orangtua sangat dekat hubungannya dengan keberkahan pernikahan yang akan dijalani kelak. Oleh karena orangtua adalah perpanjangan tangan Allah, maka memperoleh ridha mereka berarti mempermudah langkah meraih ridha-Nya. Alangkah baiknya apabila izin yang diberikan oleh orang tua sepenuhnya mereka berikan dari hati dan diperuntukkan kehidupan keluarga anaknya di masa depan.

Kesulitan yang kerap terjadi adalah sulitnya membangun komunikasi dengan orang tua. Hal ini bisa dipicu karena ketidakdekatan dengan orangtua atau tidak terbiasa curhat, bahkan adanya ‘jarak’ antara orang tua dan anak menyebabkan “tidak klop”. Kerenggangan yang terjadi erat kaitannya dengan trauma anak di usia golden age, dimana orang tua secara tak sengaja menorehkan luka sehingga memengaruhi sikap anak yang tidak komunikatif kepada orang tuanya sendiri.

 

Proses Cleansing

Sebelum melakukan komunikasi untuk mendapatkan SIM, trauma yang dialami oleh sang anak harus ‘dibersihkan’ terlebih dahulu dengan proses Cleansing. Proses ini terdiri dari tiga tahapan; menerima kenyataan, mensyukuri dengan keikhlasan, dan memaafkan segala luka yang ada. Ketiganya mungkin mudah untuk dijelaskan tetapi sungguh membutuhkan usaha tekad yang sangat keras untuk menjalaninya. Ketika sudah melalui proses ini, niscaya diri kita akan memiliki respon yang lebih baik terhadap hal menyakitkan yang menimpa di masa mendatang.

Trauma yang telah dihilangkan dengan proses cleansing menghindarkan diri dari terbentuknya keluarga yang sama seperti orang tua, perasaan tidak dicintai dan dibahagiakan oleh pasangan, perlakuan yang sama seperti orang tua, dan memiliki pasangan berkarakter persis seperti orang tuanya. Pola perlakuan orang tuanya yang membuat trauma itu muncul tidak lagi dilakukan terhadap keluarga yang kelak akan terbentuk karena trauma dalam dirinya sudah melalui fase cleansing.

 

Bicaralah, Maka kita akan mengerti

Bersyukurlah bagi kita yang tidak mengalami trauma atau kesulitan untuk berkomunikasi kepada orang tua. Langkah yang harus ditempuh untuk memperoleh izin adalah KOMUNIKASI. Orang tua akan mulai mempertimbangkan untuk memberikan restu ketika pintu komunikasi sudah mulai terbuka. Seorang anak dan orang tuanya sudah sepatutnya memiliki hubungan komunikasi sangat dekat. Hal apapun yang dialami oleh anaknya, sudah semestinya orang tua mengetahui dari komunikasi yang dilakukan. Menjadi hal yang aneh dan patut ditelisik apabila komunikasi tidak terjadi begitu akrab dan dekat.

Lakukanlah usaha-usaha untuk mendekatkan diri dengan orang tua kita karena sesungguhnya mereka ingin melalui proses bersama kita. Jadikan diri kita terbiasa berkomunikasi dengan mereka. Bisa saja dimulai dengan mendengarkan curahan hati mereka, lalu bergantian kita sebagai anaknya curhat dan mengkonsultasikan berbagai hal kepada orang tua kita. Hingga pada saat yang tepat, sampaikanlah maksud baik kita untuk menikah. Kemukakan alasan-alasannya kepada orang tua. Dengan demikian akan ada respon darinya, dengarkanlah terlebih dahulu apa yang juga mereka utarakan kepada kita.

 

Ayah dan bundaku merespon

Ada banyak macam respon yang diberikan oleh orang tua ketika anaknya bilang “Aku ingin menikah”. Dari sekian banyak respon itu, tentu hanya menjurus pada dua hal, merestui atau belum merestui. Tidak akan ada orang tua yang tidak merestui, hanya belum saja. Tinggal menunggu kepantasan orang tua. Nah, kepantasan ini yang seringkali menjadi bahan argumentasi antara anak dan orang tua.

Salah satu contoh kisahnya adalah ada seorang perempuan (sebut saja Mentari) yang punya orang tua memiliki trauma dengan “pernikahan dini”. Kondisi keluarga Mentari yang kurang mampu membuat orang tuanya berpikir kalau ketidakmampuan mereka karena “pernikahan dini” yang mereka lakukan dan belum mapan. Dengan alasan itu Mentari dididik untuk tidak menikah muda dan harus menjadi orang yang sukses dahulu. Di sisi lain, ukuran sukses itu sendiri tak tentu dan tak pasti.

Respon lain yang sering dijumpai adalah ketika orang tua merasa ragu apakah anaknya sudah siap atau belum. Di satu sisi orang tua merasa belum dibahagiakan oleh anaknya, khawatir pasca menikah anaknya lebih memerhatikan istrinya dibandingkan keluarga. Kekhawatiran orang tua membuncah dan menghambat turunnya SIM yang diidam-idamkan. Respon lain yang tak kalau unik adalah orang tua yang mempertimbangkan jarak domisili mereka dan domisili calon menantunya, harus dapat menantu yang dekat pokoknya, menimbang suku keturunan, ada juga orang tua yang menimbang usia calon menantunya.

 

Kunci Direstui

Perhatikan kisah Mentari yang ingin nikah “muda” dan sudah ada calon untuk dinikahinya. Pertanyaannya, bagaimana cara dia meyakinkan orang tuanya kalau menikah muda tidak akan jadi penghambat mereka untuk terus meraih kesuksesan dan mewujudkan harapan orant tua utk jadi orang mapan? Mari kita perhatikan dengan seksama. Orang tua Mentari memberikan penolakan atas permintaan anaknya karena mereka memiliki latar belakang pengalaman tentang pernikahan muda yang kurang berhasil dari segi kemapanan materi. Secara umum, pasti ada alasan orang tua sehingga mereka merestui atau tidak merestui anaknya. Pengalaman, perasaan khawatir, tidak ingin kehilangan anaknya, atau banyak hal. Pada posisi ini, dengan komunikasi kita bisa menemukan celah sehingga orang tua akan menyebutkan kapankah, secara lebih konkrit, sang anak dapat mendapatkan restu darinya untuk menikah. Mapan menurut orang tua Mentari seperti apa dan bagaimana dia bisa mencapai standar tersebut.

Tak ada restu orang tua tanpa kesepahaman, dan tiada kesepahaman tanpa komunikasi yang baik. Kisah Mentari atau kisah lain yang beralasan beragam seharusnya bisa dipecahkan dengan melakukan komunikasi kepada orang tua lebih dalam. Orang tua bilang tunggu mapan, tanyakan mapan itu seperti apa. Orang tua bilang harus dewasa, tanyakan dewasa menurutnya seperti apa. Orang tua bilang ini dan itu, diskusikan kembali kebaikan, keburukan, dan bagaimana cara melangkah ke derajat pantas menurut orang tua, dengan lembut kepada mereka. Jika terdapat kebaikan yang lebih, pasti orang tua yang baik akan memberikan restu dengan mudah. Komunikasi adalah kunci untuk direstui, dan sertakan do’a kepada Illahi agar diberkahi.

 

Hikmah Direstui

Apabila restu itu hadir dalam pernikahan kedua insan, yang sejatinya adalah memersatukan dua keluarga besar, makan hadirlah keluarga yang harmonis. Orang tua dan mertua berhubungan baik, anak-anak yang lahir terurus dengan baik dalam keluarga yang beriklim “sejuk”, dan visi misi keluarga perlahan terajut menjadi utuh. Kedua belah pihak, istri maupun suami, akan memperlihatkan rasa puasanya dengan pernikahan yang mereka lakukan, kemudian bisa fokus mendirikan kemandirian finansial keluarga dan pendidikan anak-anaknya.

Restu orang tua juga dapat dengan mudah apabila dikomunikasi sejak lama dan direncanakan dengan baik. Tidak dengan tiba-tiba mengajukan keinginan menikah dengan mendadak. Tentu, kembali kepada pentingnya komunikasi, perencanaan yang baik ini haruslah diiringi komunikasi yang baik antara anak dan orang tua.

 

Sudah Menikah, Tetap Anak Mama Papa

Siapa yang mengajarkan kamu berjalan? Siapa yang membesarkan kamu? Siapa pula yang mengenalkan kamu akan rasa cinta terhadap sesama? Ya, jawabnya orang tua. Sejauh apapun kita pergi, kita tetaplah anak bagi keduanya. Seringkali, orang tua tak rela melepas anaknya untuk menikah lantaran takut anaknya pergi dan tak kembali lagi. Tepis keraguan mereka akan kita yang tak lagi sayang dan tak akan kembali sesudah menikah dengan tetap sering mengunjunginya, memberikan perhatian, dan juga mengajak mereka berdiskusi akan berbagai masalah. Terlebih lagi ketika hadirnya cucu di antara keduanya, akan menambah kesenangan bagi mereka.

Pada dasarnya SIM itu soal KOMUNIKASI ANAK ke Orang Tua dan sebaliknya. Bagaimana cara berkomunikasi ke orang tua tentu anak lebih mengenal dan tahu bagaimana orant tua bisa didekati dan luluh hatinya. Setiap ortu pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Jangan lelah untuk berikhtiar terus dan mencari tahu apa alasan paling mendasar orang tua tidak memberikan SIM.

(14 Februari 2015, Diskusi FC#4)

Pemantik: Foezi Citra Cuaca (Penulis Buku “Jodoh Dunia Akhirat” dan “ Menikahimu dengan Restu Ayah Ibu)

Moderator: Alberta Shendy L FIM 15

Notulis: Arif Rahman H FIM 16