Anak Hiperaktif atau Hanya Anak Aktif ?

terapi-anak-hiperaktif

Keaktifan anak seringkali disalahartikan. Anak yang tidak bisa diam, sulit diatur, “nakal”, suka “membuat onar”, selalu bergerak tidak bisa diam tanpa mengenal lelah, serta keaktifan lainnya yang luar biasa melebihi keaktifan anak-anak lainnya. Biasanya tanpa sadar orang tua atau orang lain langsung menganggap dan melabeli anaknya sebagai hiperaktif. Semudah itukah melabeli anak hiperaktif? Atau mungkin hanya psikomotorik yang berlebihan? Bagaimana mengetahui dan mengenal perilaku anak yang hiperaktif?

Sebelum melabeli seorang anak hiperaktif atau tidak, pahamilah terlebih dahulu perbedaan dari aktif dengan hiperaktif. Anak aktif adalah anak yang memiliki kelebihan energi dan memiliki aktivitas gerak lebih tinggi dibandingkan anak-anak lainnya. Otaknya normal tanpa gangguan. Berikut Ciri-ciri anak aktif:
1. Fokus: Ketika melakukan suatu aktivitas misalnya merangkai puzzle anak bisa berkonsentrasi dan menyelesaikannya dengan baik secara tenang.
2. Beristirahat ketika lelah: Anak berhenti melakukan aktivitas ketika merasa lelah dan segera beristirahat.
3. Penurut dan mau berbagi: Mematuhi apa yang dikatakan orang tua misalnya untuk menjaga mainannya, bukan merusaknya.
4. Memiliki kesabaran dan tidak suka usil mengganggu orang lain.
5. Bisa bermain dengan tenang dan jika berbicara suaranya tidak keras.
Anak yang masih bisa mendengarkan instruksi masih bisa dikategorikan anak aktif. Namun, jika dalam penangan anak aktif yang usil maka cukup alihkan keaktifan usilnya dengan kegiatan lain yang lebih bermanfaat.

Anak yang memiliki gangguan tingkah laku yang disebabkan oleh perkembangan otak yang tidak normal dinamakan anak hiperaktif. Hiperaktif dikenal juga dengan sebutan “Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD). Berikut ciri-ciri anak hiperaktif:
1. Tidak fokus dan tidak mampu menyelesaikan tugas yang diberikan atau permainannya.
Anak tidak bisa konsentrasi dan cepat merasa bosan dalam bermain, misalnya saat bermain lego belum selesai merangkainya anak sudah berpindah pada permainan lainnya.
2. Tidak mengenal lelah dan suka melakukan gerakan tanpa tujuan yang jelas.
Selalu saja ada hal yang membuatnya bergerak, misalnya berlompat dari atas kursi ke kursi lainnya, menggoyangkan kaki di bawah meja, berguling dan memanjat di tempat yang bukan selayaknya, mengangkat kedua tangan ke atas dan berlari keliling rumah dan mengepakan “sayap” seperti burung atau pesawat. Mengetuk meja dengan peralatan makan saat di meja makan dan jarang mengantuk atau sedikit tidur.
3. Suka menentang, memberontak, tidak mau berbagi dan suka merusak.
Anak tidak bisa dilarang. Ketika diberitahu untuk tidak merusak mainannya, anak tidak mematuhi nasihat orang tua dan cenderung merusak mainannya. Cepat emosi ketika keinginannya tidak dapat dipenuhi.
4. Tidak memiliki kesabaran dan suka usil menggangu orang lain.
5. Suka menyerobot barisan, tidak mau menunggu giliran, mengajak teman berbicara saat jam pelajaran di kelas berlangsung, mendorong atau memukul teman tanpa sebab.
6. Tidak dapat tenang walaupun sebentar saja, misalnya saat dibacakan dongeng menjelang tidur pun tangannya terus bergerak atau sambil berguling dan melompat di atas tempat tidur.
7. Anak banyak berbicara dengan suara keras dan cenderung berteriak. Suka menyela pembicaraan orang lain.
8. Agresif, susah bergaul dan suka mencari perhatian orang lain.
Bagaimana mengidentifikasi anak hiperaktif? Dalam penentuan anak hiperaktif hanya bisa dideteksi dengan observasi selama 6 bulan. Bisa dimulai sejak bayi, kemudian pada usia 2 – 3 tahun apakah terdapat gangguan bicara. Dalam 6 bulan observasi itu jika gejala yang menetap dalam kurun waktu 6 bulan terlihat bisa didiagnosis ADHD. Berikut tahapan dari yang rendah hingga ke tingkat parah:

ADD (dari 8 point diatas jika point 1 sampai 3 ada)➡ADHD (jika ke 8 point ada)➡AUTISM (ke 8 point ditambah antisosial dan impulsif).

Semua ciri AAD dan ADHD itu ada di AUTISM dan ditambah dengan gejala antisosial dan impulsif, walaupun impulsif juga sudah mulai muncul di ADHD.

anak-hiperaktif-ilustrasi-_121109113823-314

Apa saja faktor penyebab terbentuknya anak hiperaktif? Lingkungan. Lingkungan yang mendukung anak ini untuk bersikap seperti itu membuat presentasi terbentuknya anak hiperaktif semakin besar. Namun, lingkungan tidak selalu menjadi alasan. Kondisi gangguan di kepala misal cedera otak, pernah terbentur atau terjatuh yang menyebabkan cedera parah bisa menjadi faktor penyebab lainnya yang mengakibatkan anak hiperaktif. Kemudian anak hiperaktif bisa terbentuk sejak di dalam kandungan. Hal ini disebabkan jika bunda mengalami depresi, stress, banyak minum obat, makanan yang dikonsumsi tidak sehat atau cedera fisik ketika hamil yang kemudian mengganggu kondisi otak janin‬‬.

Masa keaktifan yang muncul pada anak aktif dan hiperaktif berbeda. Anak aktif memiliki masa keaktifannya ketika memasuki masa eksplorasi dan tanpa sadar yang menghentikan masa itu adalah orang tuanya. Hiperaktif tidak memiliki masa artinya sebelum usia 8 tahun sudah ada gejala yang muncul, kemudian anak usia 17 atau 35 tahun gejala tersebut dapat muncul dan menjadi problem lain. Jika sudah memiliki ciri-ciri hiperaktif dan tidak ditangani dengan cepat, maka akan sangat bahaya yaitu akan muncul perilaku buruk dari anak-anak. Terapi dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk penanganannya. anak yang hiperaktif harus diterapi agar berkurang altovotasnya, bertambah perhatian dan konsentrasinya, biasanya menggunakan okupasi terapi. Perbanyak aktivitas fisik, jangan terlalu banyak belajar di dalam kelas, ruang kelas bebas tidak harus pakai kursi dan meja, misal menggunakan tikar. Kurangin target pembelajaran, bedakan dengan kurikulum yang seharusnya, lebih banyak praktek dibanding teori. Misal olahraga bulu tangkis, berenang atau basket, terutama berenang Ini juga bisa jadi tambahan terapi. Tapi ingat semua berproses tidak bisa langsung terlihat hasilnya.

Anak hiperaktif menyukai bergerak sehingga sering terlihat mereka loncat-loncat sambil berteriak keras. Hal ini sering membuat orang lain risih melihatnya. Bagaimana tindakan yang tepat untuk mengontrol anak hiperaktif ? Pahami cara komunikasi yang tepat dengan anak hiperaktif. Pegang rahangnya sambil menatap matanya ketika ingin memberikan instruksi. Kemudian gunakan kalimat efektif yang membuat mereka mudah paham. Berikan stimulasi yang menarik, pendekatan personal, tatap mata berikan perhatian dan cinta. Anak hiperaktif kadang melakukan tindakan yang kurang baik, bagaimana cara memberikan punishment? Punishment prinsipnya adalah pertama, memberikan yang tidak disukai anak dan mengambil yang disukai anak. Tiap anak punishment nya berbeda tentang apa yang disukai dan tidak. Bagi anak-anak hiperaktif apa kira-kira yang disukai? Yaitu “bergerak” karena itu hukumannya adalah menghentikan gerakan. Prinsipnya hukuman yang kedua adalah dilarang menghukum secara fisik. Ketiga, jangan menghukum sambil marah atau emosi dari orangtuanya.

Mengelola anak hiperaktif memang butuh kesabaran yang luar biasa, juga kesadaran untuk senantiasa tak merasa lelah, demi kebaikan si anak. Beberapa hal berikut dapat dijadikan pedoman dalam menangani masalah anak hiperaktif.

1. PERIKSALAH KEPADA AHLI (Psikolog/Psikiater). Tak semua tingkah laku yang kelewatan dapat digolongkan sebagai hiperaktif.
2. TERIMA KONDISI DAN PAHAMILAH. Sikap dan perilaku anak, serta apa yang dibutuhkan anak, baik secara psikologis, kognitif (intelektual) maupun fisiologis.
3. LATIH FOKUS DAN KONSENTRASINYA. Jangan tekan dia, perlakukan anak dengan hangat dan sabar, tapi konsisten dan tegas dalam menerapkan norma dan tugas.
4. TELATENLAH. Jika dia telah “betah” untuk duduk lebih lama, bimbinglah anak untuk melatih koordinasi mata dan tangan dengan cara menghubungkan titik-titik yang membentuk angka atau huruf.
5. BANGKITKAN kepercayaan dirinya. Misal memberikan pujian bila anak makan dengan tertib atau berhasil melakukan sesuatu dengan benar, memberikan disiplin yang konsisten, dan selalu memonitor perilaku anak.
6. KENALI arah minatnya. Jika anak bergerak terus, jangan panik, ikutkan saja, dan catat baik-baik, ke mana sebenarnya tujuan dari keaktifan dia. Yang paling penting adalah mengenali bakat atau kecenderungan perhatiannya secara dini.
7. BIASAKAN dia bicara. Anak hiperaktif cenderung susah berkomunikasi dan bersosialisai, sibuk dengan dirinya sendiri. Karena itu, bantulah anak dalam bersosialisasi agar ia mempelajari nilai-nilai apa saja yang dapat diterima kelompoknya.
8. PERHATIKAN ASUPANNYA. Upaya Menyeimbangkan Karbohidrat dan Protein. Memberikan makanan berprotein tinggi seperti kacang-kacangan, telur (jika tidak alergi), dan daging merupakan pilihan terbaik bagi anak ADHD. Memberikan karbohidrat kompleks yang bersumber dari sayuran dan buah-buahan seperti apel, pir, kiwi, jeruk, dll merupakan pilihan yang bijak. Cobalah memberikan buah-buahan tersebut kepada anak-anak di malam hari. Karbohidrat kompleks menginduksi tidur sehingga membantu anak mendapatkan istirahat yang cukup. Jangan pernah memberikan terlalu banyak karbohidrat sederhana seperti permen, gula, tepung, dan kentang karena akan menyebabkan kenaikan kadar gula tubuh. Konsumsi gula dipercaya memperburuk kondisi ADHD dan bisa memicu masalah kekurangan gizi.

Tingkah dan keaktifan setiap anak unik dan berbeda, namun sebagai orang tua atau orang lain jangan mudah melabeli anak sebagai hiperaktif hanya karena ia memiliki keaktifan yg luar biasa. Kenali, Cek dan ricek terlebih dahulu gejalanya. Tidak ada intensi anak– anak dengan kendala hiperaktif untuk menyusahkan orangtuanya. Cobalah berpikir pada posisi si anak yang penuh upaya dan sama – sama berjuang untuk mengendalikan segala keinginannya muncul seperti lompatan – lompatan petasan. Bantu anak – anak yang memang perlu diperlakukan khusus. Karena tidak selama-lamanya anak itu bersama kita atau sebaliknya. Nikmati saat-saat penuh perjuangan ini

(05 September 2015, Diskusi FC#4)
Pemantik : Ani Khairani (Psikolog dan Dosen) (Owner Biro Konsultan Psikologi Pendidikan UNIK.EDU+)
Moderator : Zuhay R Zaffan FIM 15
Notulis : Harima Rahmah FIM 17

PENTINGNYA MEMBEDAKAN HADIAH ATAU SUAP DALAM MENDIDIK ANAK

suap

PENTINGNYA MEMBEDAKAN HADIAH ATAU SUAP DALAM MENDIDIK ANAK
Oleh : Nanan Nuraini

“Dek, ibu bilang tidak boleh lempar barang. Kalau tidak lempar barang nanti ibu belikan mainan baru.”
“Dek, berhenti membuang makanan, nanti ibu belikan puding karamel.”
“Dek, tidak teriak-teriak, nanti ibu kasih es krim.”

Itulah yang biasa disebut dengan bribe atau menyuap anak. Saat anak berulah orang tua segera menyuapnya agar anak kembali menurut. Sekilas hal ini terlihat berhasil dan praktis, ternyata hal ini berbahaya.

Ketika anak telah membaca pola ‘suap’ orang tua, ia akan mengontrol orang tua. Ia tahu kapan ia harus berulah sehingga orang tua akan menawarkan hadiah. Tanpa kita sadari perilaku suap ini menjadi lingkaran setan. Anak berulah orang tua memberi hadiah, berulah lagi hadiah lagi, dan seterusnya. Pertanyaan muncul, apakah kita tidak boleh memberikan hadiah pada anak?

Sampai detik ini perdebatan antara pentingnya dan bahayanya memberikan hadiah pada anak masih terjadi di kalangan ilmuwan. Namun kali ini kita akan fokus pada cara yang tepat memberikan hadiah.

Semua anak, semua orang tentu senang jika mendapat hadiah. Tidak hanya saat ulang tahun, hadiah adalah salah satu sarana untuk menunjukan cinta pada anak. Tentu tidak selamanya hadiah itu baik, berikut perbedaan suap dan hadiah :

1. Hadiah diberikan karena anak melakukan hal positif. Suap diberikan agar anak berhenti melakukan hal negatif.
#Apapun hadiahnya murah atau mahal tetaplah hadiah yang diberikan saat anak berbuat baik. Biasanya hadiah ini dapat diberikan dengan perjanjian sebelumnya. Jika anak selalu membereskan mainannya ia akan mendapat mainan baru.
Perbedaannya dengan suap, jika anak tidak mau membereskan mainan orang tua menyuap dengan berkata jika mainan beres, akan diberikan mainan.

2. Hadiah bisa menjadi kejutan, suap bukan kejutan.
#Pulang sekolah kita dapat tiba-tiba mengajak anak ke toko kemudian membelikannya layangan, itu adalah hadiah. Namun jika dalam perjalanan pulang anak mengamuk kemudian kita pergi ke toko dan membelikan hadiah agar anak diam, itu adalah suap.

3. Bagaimana perasaan orang tua saat menawarkan atau memberikan hadiah?
Jika merasa putus asa, stres, pusing itu adalah suap.

4. Hadiah membuat anak bangga, suap membuat anak berkuasa.
Hadiah bukan negosiasi. Orang tua dapat menentukan, “Jika rumah rapi, mainan rapi, ayah akan membelikan sepeda.”
Lain halnya dengan, “Kakak akan membereskan rumah, tetapi nanti ayah belikan sepeda ya?”. Itu adalah suap. Anak jadi berkuasa untuk menentukan kapan ia akan mendapat hadiah.

5. Hadiah adalah ‘alat’ untuk mendidik, sedangkan suap bukan.
Suap menyuap sulit untuk dihentikan. Saat anak sudah mengerti hal tersebut akan menjadi lingkaran setan yang sulit diputuskan. Sebaliknya hadiah yang diberikan dengan tepat dapat menjadi sarana meningkatkan perilaku positif.

Seringkali tanpa sadar kita melakukan suap di rumah atau di tempat umum.
“Mau cokelat ya? Berhenti dulu nangisnya ya, ibu mau cuci baju dulu.”
“Udah ya ga teriak-teriak, ibu belikan mobil yang besar.”

Sebaliknya, kita dapat menjelaskan pada anak,
“Adek ibu mau mencuci dulu. Adek makan dulu ya. Nanti kalau sudah habis makannya kita beli cokelat.”
Bukan menunggu anak menangis, menjerit lalu menyuapnya dengan cokelat agar diam.

Bagaimana agar pemberian hadiah efektif?
1. Biarkan anak memiliki peran dalam memilih reward.
#Saat anak sudah dapat merapikan mainan dan mengorganisasikannya, anak dapat memilih hadiahnya. Misalnya rak baru untuk mobil-mobilan, mainan baru atau jalan-jalan naik gokart.

2. Jika anak sudah mengerti uang, kita dapat memberi hadiah uang sambil belajar mengatur keuangan.
# Mencuci piring mendapat 5ribu, memotong rumput 3ribu. Jika anak ingin membeli sesuatu seharga 15ribu, jika ia mencuci piring 3 kali ia sudah dapat membelinya. Saat anak mendapatkan uangnya kita juga bisa mengajari anak untuk hemat dan memberi, misalnya 10 persen ditabung, 5 persen disumbangkan.

3. Hadiah tidak selalu berbentuk materi, bisa juga berbentuk hal yang diinginkan anak.
#Balita pada umumnya menyukai air, kita dapat memberinya hadiah dengan memperpanjang waktu mandi, mengajaknya berenang

4. Diberikan spontan, mendadak, berupa kejutan.
#Hadiah yang tak terduga adalah hadiah tak ternilai dan tak terbatas. Semua orang menyukai kejutan manis, begitu pula anak. Kejutan juga efektif karena dapat terjadi kapanpun, dimanapun dan selalu menyenangkan.

5. Hadiah sesuai dengan kesepakatan.
#Jika sudah dibuat kesepakatan, orang tua sebaiknya memenuhinya, meskipun saat terjadi anak berulah kembali.

6. Hadiah sebaiknya sejalan dengan perilaku anak.
#Jika kita meminta anak untuk membaca buku, pilihlah hadiah buku jika anak telah tamat membaca buku.

7. Hadiah sebaiknya diperoleh setelah proses, kriteria dan evaluasi tertentu.
#Jika anak sudah mencuci baju dengan bersih, jemuran sudah kering dilipat dengan rapi, anak boleh menonton selama 1 jam. Tugas dan hadiah jelas. Jangan sampai anak melakukan tugas dengan asal hanya untuk mendapatkan hadiah.

8. Arahkan anak untuk mendapatkan motivasi internal dibandingkan hadiah. (Motivasi internal yaitu keinginan/dorongan dari dalam diri untuk melakukan sesuatu)
#Dalam memberi hadiah atas tugas tertentu kita perlu menjelaskan pentingnya tugas tersebut bagi anak, sehingga anak tidak hanya mencari hadiahnya. Tugas membersihkan halaman tampak tak berguna bagi anak, namun halaman yang rapi kelak dapat digunakan anak untuk bermain mobil, membuat jalan untuk mobil, menaruh kandang hewan, dan sebagainya.

Demikianlah pemaparan singkat mengenai hadiah dan suap. Hanya hadiah yang tepat dan diberikan dengan tepat dapat meningkatkan perilaku positif anak. Salah satu media sederhana yang dapat kita buat adalah papan hadiah, tulis perilaku yang diharapkan, kolom hadiah berupa bintang, stiker atau simbol lainnya. Jumlah simbol dapat ditukar dengan hadiah nyata.

KOMUNIKASI EFEKTIF PADA ANAK

15

Usia Prasekolah merupakan usia sedang aktif dan senang bermain. Terkadang susah sekali untuk mengingatkan, menyampaikan pesan atau berbicara pada anak, bahkan anak justru melakukan gerakan tutup telinga. Ketika anak ingin mengutarakan apa yang dirasakan atau diinginkan tapi tidak bisa menyampaikannya? Bagaimanakah cara orang tua untuk memahaminya? Bagaimana membangun pola komunikasi yang baik dan nyaman antara anak dan orang tua? Bagaimana komunikasi yang efektif pada anak sehingga anak mau mendengarkan?

KOMUNIKASI YANG TEPAT UNTUK BALITA
Kata kunci yang bisa kita gunakan saat berbicara dengan anak balita kita adalah dengan kalimat santun dan sakti, seperti maaf, tolong dan terima kasih. Misalnya “dek, tolong setiap selesai makan piringnya disimpan di dapur, makasih ya. Dek tolong temannya diajak main bersama ya, gantian tidak perlu rebutan. Dek, maaf ibu pinjam tangannya, tangan bukan untuk memukul orang.” Jangan lupa gunakan nada yang rendah bukan meninggi, tegas tapi tidak kasar. Meneriaki anak tidak ada gunanya, hanya mengganggu pendengaran anak juga membuat ia semakin kesal.

Bagaimana dengan kalimat yang bertujuan untuk memberikan punishment. Apa saja kata kunci yang boleh dan tidak boleh diucapkan?

Adalah yang tidak boleh melabeli anak. Misalnya “anak nakal, sekarang saatnya duduk di kursi hukuman. Karena adek kurang ajar ibu marah.” Dsb.

Melainkan berilah label pada emosi dan perilaku anak. Ibu tahu adek kesal karena kakak tidak meminjamkan mobil, tetapi adek tidak boleh memukul kakak. Ibu tidak suka adek memukul kakak. Kalau adek ingin pinjam bilang baik-baik, kalau tidak dipinjami main mainan yang lain dahulu, atau minta ibu temani adek main mainan lain.

Jika berulang terus baru bisa diberikan hukuman.

Karena ade memukul kakak lagi, sekarang ibu hukum ade ya.
Bukan karena adek nakal memukul kakak.

Anak perlu tahu bahwa setiap perbuatan ada konsekuensinya, ia harus belajar bertanggung jawab terhadap apapun yang ia lakukan seperti menerima hukuman.

Kita juga bisa membuat kesepakatan dengan anak untuk mencegah anak melakukan hal yang tidak baik. Misalnya, anak terlalu senang main, tidak mau diajak pulang, tidak bisa diomongi baik-baik, juga diiming-iming sesuatu yang dia suka. Sebelum pergi sebaiknya kita membuat perjanjian dulu. Kalau nanti waktu pulang jadi anak manis, tidak menangis, kita bisa main lagi ke sana, di rumah juga tidak kalah asiknya dengan disana, dsb.

Kalau anak sedang menangis, marah, kesal tidak ada gunanya kita menasihati, sama seperti orang dewasa saat sedang marah, apapun dianggap angin lalu. Jadi biarkan ia melepaskan emosi negatifnya dulu, bisa dibantu dengan pelukan baru setelah tenang bicara.

Kita sebagai orang tua juga harus selalu ingat untuk sabar dan mengontrol nada suara kita. Tiap kali kita marah kita bisa menjelaskan bahwa kalau bunda marah bunda diam ya. Jadi anak tahu kalau kita marah kita akan diam. Ketika kita sedang diam, anak akan mendekati dan minta maaf.

Komunikasi yang baik ke anak adalah salah satu yang berpengaruh dalam membentuk karakter anak. Jadi dalam mendidik anak selalu ada dua faktor nature dan nurture. Nature adalah hal yang sudah ada dalam diri anak, nature itu bawaan, genetik, sedangkan nurture meliputi pendidikan, pengasuhan, lingkungan sosial, hal-hal di luar diri anak.

Keduanya berinteraksi membentuk karakter anak. Tentu masa-masa golden age sangat berpengaruh untuk pembentukan karakter anak. Karena semakin anak besar semakin keras, semakin sulit dibentuk. Masih kecil bagai tanah liat, lebih mudah dibentuk.

TIPS MENDISIPLINKAN BATITA
1. Daripada sibuk marah, berkata tidak boleh ini dan itu, fokuslah pada perilaku yang diharapkan.
“Adek bereskan mainan, sekarang ya setelah itu kita tidur.”
Dibandingkan marah-marah saat anak tidur atau baru bangun karena mainan berantakan.

2. Memahami dan mengenali penyebab anak berulah.
Jika anak selalu memainkan air dalam dispenser. Simpanlah dispenser di luar jangkauan anak. Begitu juga dengan hal lainnya yang tidak kita harapkan dimainkan anak. Buatlah rumah yang ‘aman’ bagi anak, sebisa mungkin.
3. Konsisten dalam merespon anak.
Menggigit adalah perilaku tidak baik. Biasanya orang tua menasihatinya dan melarangnya jika terjadi. Namun saat itu ada tamu, orang tua malu, dan akhirnya menganggap gigitan sebagai gigitan bermain. Akhirnya anak bingung dan memanfaatkan kondisi untuk menggigit.

4. Tenang dan santai dalam bersikap.
Saat anak berulah orang tua sering kali menaikan suara dan bersikap kasar. Hal tersebut hanya membuat anak semakin tidak mendengarkan kita. Tenangkan diri, baru berkata.

5. Berkata singkat dan sederhana sesuai usia/pemahaman anak. Misalnya,
18 bulan. Turun dari meja nak.
24 bulan. Turun dari meja nak, berbahaya, bisa jatuh.
36 bulan. Turun dari meja nak, berbahaya bisa jatuh. Mau turun sendiri atau diturunkan?

6. Terapkan Time Out
Jika anak tetap berulah kita dapat menyetrapnya di tempat yang aman selama beberapa waktu.

7. Tetap positif.
“Cukup ibu capai. Terserah kamu mau apa.”
Perkataan tersebut menurunkan kepercayaan anak pada orang tua, tetaplah positif dan percaya diri dalam mendidik anak.

8. Tekankan bahwa anak perlu bertanggung jawab terhadap apa yang ia lakukan, bahwa semua memiliki konsekuensi, sebab akibat.
Misal anak memukul teman, ia bisa dipukul balik, atau bunda marah. Bunda marah karena memukul adalah perbuatan tidak baik. Bukan bunda marah karena adek nakal, tidak perlu melabeli anak dengan cap nakal.

9. Utamakan memberi hadiah dulu baru hukuman.
Setiap anak berbeda, setiap umur berbeda yang jelas hukuman bisa mulai tegas di usia 7 tahun, jika tidak pukullah anak dengan pukulan yang tidak menyakiti.

BERKOMUNIKASI DENGAN ANAK PRASEKOLAH
Tak terasa sebentar lagi abang berusia dua tahun setengah. Sejak ia bisa bicara rasanya saya memiliki teman mengobrol setia yang penurut. Apapun yang saya katakan ia patuhi dan lakukan dengan riang gembira.

Bang bangun tidur baca doa apa? Ia berdoa.
Bang salat yuk! Ia bergegas wudhu kemudian mengambil perlengkapan salat.
Bang belajar dulu ya. Ia mengambil alat tulis dan buku.

Rasanya mendidik anak tampak sangat menyenangkan saat ia dengan mudah memahami dan melakukan apa yang kita minta. Waktu bergulir, sekarang . . .menginjak usianya 2 tahun 6 bulan..

Bang bangun tidur bagaimana doanya?
Tidak usah baca doa.
Bang pakai dulu yuk celananya, malu, aurat harus di?
Dibuka aja.
Bang kalau mau pulang pamit dulu. Salam dulu ya.
Tidak usah salam.

Dan seterusnya. Hal ini masih berlanjut sejak ia hampir berusia dua tahun. Konon katanya akan terus berlanjut sampai mendekati usia 4 tahun. Wow!

Terkait hal ini saya mulai membekali diri dengan cara berbicara tepat dan efisien terhadap anak.

“Abang kenapa begitu?” (Menantang)
“Berhenti bang! Memukul itu tidak baik.” (Menuntut, menghakimi)
“Kalau orang lain pukul abang, apa rasanya?” (Mempermalukan)
“Sekali lagi memukul, abang dihukum.” (Konsekuensi karena bersalah menimbulkan ketakutan)

Atau

“Abang memukul kaki Kakak.” (Mengamati)
“Oh, abang ingin kakak ikut bermain bola ya?” (Memahami anak)
“Abang kesal karena Kakak tidak mengerti keinginan abang?” (Memaknai perasaan)
“Dipukul itu sakit bang, kalau abang ingin kakak bermain bola, bicara baik-baik ya.” (Respon yg tepat tentang perilaku anak mencakup permintaan dan solusi)

Tidak selamanya menghukum itu efektif, tidak selamanya pula kita harus bernegosiasi dengan anak. Namun setidaknya saat kita berbicara cobalah kaitkan setiap perkataan dengan logis. Tidak semua perbuatan buruk anak harus diakhiri dengan mengancamnya dengan hukuman. Meskipun hukuman sering dianggap hal yang dapat mengubah perilaku anak dengan instan. Pertanyaannya adalah ingin anak menjadi baik atau berbuat baik?

Tidak ada aturan tetap dalam mendidik anak. Namun kita perlu belajar untuk menentukan aturan sendiri untuk anak kita sendiri.

Diilustrasikan dari teachthroughlove.com

MENASIHATI ANAK DI TEMPAT UMUM
Bagaimana jika anak nakal/usil yang berlebih ke orang lain di tempat umum? Biasanya orang tua menasihati atau membentak anak di depan orang yg dijaili itu. Bagaimana baiknya supaya tidak terlihat mempermalukan anak ?

Saat situasi seperti itu, kita bisa mengajak anak menjauh dari keramaian, atau bicara perlahan di telinga anak. Jika berlebihan kita bisa menarik tangaan anak perlahan, jangan sampai menyakitinya. Misalnya ia menarik rambut temannya, kita boleh langsung menarik tangan anak, menjauhkannya dari anak tersebut.

Yang tidak boleh adalah meneriaki anak di depan umum, menceramahinya, merendahkannya. Ceramah boleh, tapi tidak dalam keramaian dan secukupnya, karena ceramah berkepanjangan hanya akan dianggap angin lalu, juga ceramah yang terlalu sering seperti “Sudah ibu katakan ratusan kali kan, kalau adek itu harus bla bla.. Kalau adek begini akan begino.” Misal ketika anak kita jahil ke anak lain sampai menangis. Lalu ibu si anak itu mengomel, bagaimana sebaiknya kita memberikan pengertian ke anak? secara tidak langsung anak akan merasa down.

Saat orang tua anak lain marah, kita hanya perlu meminta maaf kepada ibunya. Kemudian kita lanjutkan obrolan di rumah, memberi tahu anak bahwa setiap perbuatan ada konsekuensinya, seperti saat orang tua tersebut mengomel. Supaya orang tua tersebut tidak mengomel, anak seharusnya bagaimana? Biarkan ia yg menjawab. Setiap ‘ceramah’ baiknya berupa dialog bukan monolog.

Jadi adek harus bagaimana?
Yang tadi dilakukan itu apa? Baik atau jelek? Lain kali bagaimana?
Ibu tidak suka adek memukul anak org lain, jangan diulangi ya.. Ibu sayang adek. Beri pelukan.

Selalu akhiri sesi ‘bicara’ dengan ungkapan cinta.
Sehingga anak merasa bahwa semua dialog tersebut karena cinta bukan karena marah.
(15 Agustus 2015, Diskusi FC#4)
Pemantik: Nunuy Nanan Nur’aeni (Founder Komunitas Grup WA Cerita Ibu dan Anak (Ceria) dan Alumni FIM 13)

Moderator: Ragwan Al-Aydrus FIM 14C
Notulis: Rizqa FIM 16