Meruaknya media dan gadget digital masa kini bisa diibaratkan seperti pisau bermata dua: di satu sisi memudahkan akses ilmu pengetahuan dan informasi, namun di sisi lain juga menyuguhkan “pengetahuan berbahaya” seperti pornografi yang harus diproteksi dari anak-anak kita. Psikolog Anak, Ibu Elly Risman,menyatakan bahwa dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh pornografi ini bahkan jauh lebih berbahaya daripada narkoba.Dilansir dari situs eramuslim.com yang merangkum seminar Bunda Elly di IPB Bogor, dinyatakan bahwa otak anak yang rusak akibat pornografi diibaratkan seperti sebuah mobil yang bagian depannya mengalami kerusakan parah akibat tabrakan.
Pre Frontal Cortex (PFC) atau bagian otak depan anak adalah bagian otak yang menjadi rusak jika telah kecanduan pornografi. Padahal, fungsi dari PFC pada otak adalah untuk merencanakan, mengendalikan emosi, mengambil keputusan, dan berpikir kritis dan lainnya. Fungsi PFC ini terus berkembang dan akan matang pada usia 25 tahun, maka bayangkanlah jika dalam tahap perkembangannya fungsi ini telah rusak bahkan sebelum mencapai kematangan.Karena itu, untuk menanggulangi dan mencegah kerusakan pornografi pada diri anak, Fim Club 4 Pendidikan Parenting Forum Indonesia Muda menggelar sebuah diskusi online pada 26 Maret 2016 dengan pembicara Ibu Dra. Perwitasari, seorang psikolog lulusan Universitas Indonesia yang saat ini aktif berkegiatan sebagai psikolog, trainer, konselor di Yayasan Kita dan Buah Hati dan RSIA KMC.
Bu Perwitasari atau biasa dipanggil dengan Bu Wiwit memaparkan bahwa, saat ini yang membuat pornografi menjadi semakin berbahaya dengan kehadiran internet adalah karena internet mengandung unsur 4A.dengan kecanggihan internet mengandung unsur 4 A, yaitu :
- Accesible; Mudah diakses dimanapun kapanpun
- Affordable; Terjangkau. Bahkan tanpa biaya.
- Anonim; Rahasia. Tanpa diketahui org lain.
- Aggressive; Bersifat menyerang, mengejar konsumennya. Karena saat ini pornografi disebarkan tidak lagi melalui situs namun bahkan ke medsos pribadi, yang terkadang memunculkan gambar-gambar “berbahaya” di home kita, yang kita sendiri sebetulnya tidak menghendaki.Pornografi ini pada anak akibatnya bisa lebih parah daripada orang dewasa, karena anak-anak sebetulnya belum cukup berkembang PFCnya. Sehingga, mereka cenderung menyerap dan meniru begitu saja apapun yang dilihat.
Hal lain yg membuat anak atau seseorang mudah kecanduan pornografi adalah kondisi BLAST (boring, lonely, angry, stress dan tired). Kondisi BLASTakan menuntut otak untuk melakukan sesuatu yang menstimulasi keluarnya dopamin pada otak. Jikaberada di dalam kondisi ini kita melihat pornografi, maka otak kita akan mengeluarkan dopamin. Sehingga timbullah rasa ketagihan, dan keinginan untuk mengulanginya kembali.
Lalu, bagaimana mencegahnya? Internet yang aman dan sehat jelas sangat diperlukan. Maka, orang tua sejak awal harus memastikan bahwa internet yang digunakan anak berada di dalam control orangtua dan memiliki filter untuk mencegah anak-anak mengakses konten porno. Tetapi, seiring dengan bertambah usia, tentu kontrol eksternal ini perlu juga didampingi dengan kontrol internal, yakni dengan memberikan edukasi tentang bahaya pornografi bagi perkembangan mereka. Anak perlu tahu apa bahayanya, dan apa yang harus dilakukan bila tidak sengaja melihatnya. Sejak awal anak-anak diajarkan dan ditanamkan untuk tidak mengizinkan dirinya melihat hal-hal yang tidak baik dan menjaga pandangannya.
Kita juga perlu menciptakan hubungan yang hangat dengan anak agar mereka tidak berada di dalam kondisi BLAST. Ajarkan juga bagaimana sejak awal mereka bisa mengatasi BLAST itu, dengan berbagai alternatif kegiatan yang positif, kreatif dan produktif. Kegiatan olahraga juga diperlukan agar anak dapat menyalurkan energinya. Bagi anak laki2, saat baligh nanti olah raga ini diperlukan untuk mengeluarkan sperma, dengancara sehat dan alamiah tanpa perlu melakukan hal-hal negatif (seperti masturbasi dll). Tanamkan juga keimanan sehingga anak menghayati adanya pengawasan dari Yang Maha Mengetahui, dan keyakinan bahwa semua yang ia lakukan harus dipertanggungjawabkan di hadapanNya.
Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana menangani anak yang sudah terlanjur kecanduan pornografi?Kita harus pahami bahwa kecanduan porno membuat yang bersangkutan lebih sulit mengontrol dirinya dibanding kecanduan yang lain. Hal ini dikarenakan jika anak kecanduan karena hal yang lain, napza misalnya, unsur yang menyebabkan kecanduan itu berasal dari luar dirinya. Sehingga, saat unsur itu ditiadakan maka otomatis tubuhnya akan melakukan detoksifikasi menetralkan zat-zat kimia di dalam otaknya. Namun, kecanduan pornografi akanmembuat terbentuknya mental model porno/perpustakaan porno di dalam otak yang bersangkutan. Sehingga, meskipun dia sudah tidak bisa mengakses pornografi secara langsung, ia tetap bisa mengakses dan memutar ulang adegan-adegan porno di kepalanya. Hal ini akan menyebabkan dia tetap kecanduan untuk memutar kembali memorynya tanpa perlu diminta. Dan hanya dia yang tahu mengenai hal ini.Inilah yang menyebabkan kecanduan pornografi lebih sulit untuk dihilangkan bila yang bersangkutan belum memiliki kesadaran untuk berubah/sembuh. Maka,apa saja tahapan yang harus dilakukan?
- Hal pertama yang harus dilakukan dan yang paling sulit adalah membangun kesadaran pada yang bersangkutanakan bahaya pornografi dan memunculkan motivasi untuk mau sembuh/ meninggalkan pornografi.
- Kedua, adalah memberi anak kemampuan untuk mengatasi kondisi BLAST. Dalam hal ini, bagi anak dibutuhkan dukungan positif dari orang tua. Pola asuh ya harus diubah menjadi pola asuh positif.
- Ketiga, diperlukan kemampuan untuk mengatasi “flash” / memory pornografi yang bisa muncul tiba-tiba, Anak harus belajar mencari alternatif kegiatan atau pemikiran positif yg dapat mengalihkan “flash”.
Mulai usia berapakah anak bisa dikenalkan tentang edukasi pornografi?
Mengajarkan anak akan bahaya pornografi memang harus bertahap sesuai dengan usia anak. Yang harus diajarkan sejak awal adalah pemahaman bahwa tidak semua hal bisa/ boleh kita lihat, kita dengar, dan kita lakukan.Penting juga untuk mengajarkan anak-anak tentang bagian tubuh yang boleh terlihat, dilihat, dan mana yang tidak boleh.Seperti kalau kita mengajarkan makanan ada yang boleh dimakan dan tidak boleh dimakan. Contohnya, sejak kecil kita tidak membiarkan anak melihat bagian tubuh org lain yg privacyatau menjadi aurat seseorang. Tanamkan kepada anak rasa malu ketika melihat aurat maupun ketika auratnya terlihat.Jadi, jangan buka baju di depan anak. Jangan bawa anak ke tempat-tempat yang dia bisa melihat hal-hal yang tidak senonoh. Jangan sampai porno-aksi nya justru ia dapatkan pertama kali dari rumah secara tidak sengaja. Penting untuk memastikan tidak ada anak dan kamar sudah terkunci rapat saat melakukan hubungan seksual.Jadi, memang pendidikan seksualitas yang benar, sehat dan lurus yang harus diberikan sejak awal. Agar anak sejak awal memiliki kesadaran dan pemahaman yang benarakan aurat dan rasa malu.
Bagaimana menanggulangi pengaruh lingkungan?Internet kanada di mana saja dan sulit dikontrol. Bagaimana jika internet sudah diproteksi di rumah, namun ia justru mendapatkan dari teman-temannya di sekolah?
Sesungguhnya yang utama adalah memunculkan kontrol internal, yakni dengan edukasi yang benar.Sampaikan bahwa hal-hal yang ia lihat dan ia dengar akan mempengaruhi dirinya. Kita tentu saja dapat menggunakan analogi-analogi dan media yg konkrit.Misalnya, kita menyiapkan 2 wadah lalu masing-masingmemasukkan benda yang bersih dan benda yang kotor/sampah. Lalu, kita minta anak membandingkan mana yang ia suka. Tentu iaakan memilih yg bersih. Nah, kita sampaikan bahwa apayang kita lihat, dengar, dan juga yang kita makan itu ada yang baik dan membuat kita sehat, namun ada juga yang merupakan sampah/hal tidak baik yang bisa membuat sakit/merusak diri kita.
Di usia dini memang kontrol eksternal masih sangat diperlukan. Kita harus memastikan mereka memang tidak bisa mengakses konten porno baik sengaja maupun tidak sengaja.Anak-anak umumnya terpapar karena ketidaksengajaan.Hal ini disebabkan karena orang tua lalai.Tidak menyadari adanya bahaya pornografi.Misalnya, guru memberikan tugas yang harus mengakses internet, padahal anak belum diedukasi.Atau orang tua yang mengakses lalu lalai/terlihat oleh anak. Atau media-media seperti film-film anak-anak yang memiliki adegan porno. Memang kita seringkali kurang sensitif pada softporn sehingga menganggap itu adalah hal yang biasa. Padahal, ini yang membuat kita menjadi butuh untuk melihat hardporn. Oleh karena sering melihat softporn ini, kita jadi tidak menyadari hardporn, tahu-tahu sudah kecanduan.
Proses yang terjadi di otak tidak bisa kita handle karena terjadi tanpa kita sadari. Bila sejak awal anak sudah kita latih untuk mengontrol pandangannya, mengontrol pendengarannya, mengontrol apa yang dia makan dengan senang hati, bukan karena takut/terpaksa, maka akan menjadi tameng untuk tidak memperhatikan pornografi. Oleh karena itu, penting sejak awal kita membangun kemampuan berpikir memilih dan memutuskan untuk melakukan hal yang baik. Bagaimana caranya?Yakni dengan membiasakan berdialog. Lebih sering menggunakan kalimat tanya daripada kalimat perintah. Memberikan alternatif-alternatif pilihan positif dan respek pada keputusan anak, daripada sekedar menyuruh-nyuruh. Disini memang dituntut kreativitas orang tua dan kemampuan memahami karakter anak sesuai dengan usia.
Lalu, Bagaimana interaksi dengan gadget?Apakah sebaiknya anak-anak dibatasi?
Ketika anak sudah akan berinteraksi dengan gadget, maka anak sebelumnya sudah harus dijelaskan baik buruknya, aturannya, dan kesepakatan penggunaannya. Sebaiknya sebelum baligh, anak tidak dibiarkan berinteraksi dengan gadget dan internet tanpa pengawasan orang tua. Dan saat remaja di atas 17 tahun atau setelah baligh, pastikan bahwa anak sudah memiliki kontrol internal yang baik. Anak-anak lebih baik diperbanyak kegiatan eksplorasi di alam, kegiatan yang aktif bergerak, kegiatan keterampilan yang kreatif.Selain untuk merangsang saraf-saraf di otaknya, juga untuk melatih otot-ototnya.Hal ini juga merupakan stimulus yang baik untuk menumbuhkan minat pada kegiatan aktif, sehinggaanak tidak cenderung ke gadget. Interaksi dengan gadget membuat anak jadi “mager” / males gerak dan “lazy mind”/ males mikir.
Anak zaman sekarang banyak pegang handphone karena orangtuadan guru malas/tidak mau repot. Hanya mengambil gampangnya agar anaktenang, dengan memberikan hp /ipad.Juga karena khawatir dianggap kuno dan takut anak gaptek.Kita harus mengetahui bahwa anak memang belum bisa sepenuhnya memiliki self control, karenaPFC belum kuat sempurna. Apalagi, kalau kita lebih banyak dengan doktrin yang tidak melatih anak berpikir.“Pokoknya tidak boleh, nanti dosa, dsb.Kita hanya pernah mengatakan bahwamelihat gambar yang jelek-jelek tidak boleh.Lalu kita merasa sudah mengedukasi.Di usia awal, kita perlu mengecek seberapa besar kontrol internal anak. Misalnya, ketika kita ajarkan bahwa kalau pilek tidak boleh minum es.Nah, suatu saat ketika tidak ada kita, anak ditawari es, padahal sedang pilek.Kita dapat melihat apakah dia mau atau menolak.Kalau dia mau dengan sembunyi-sembunyi, berarti kontrol internalnya belum terbentuk.
Lalu, bagaimana caranya mengedukasi?
Saat mengedukasi, kita bisa menggunakan beberapametode :
- Contoh konkrit
- Dialog/ kalimat tanya
- Pembiasaan/rutin/konsisten
- Reward
5.Konsekuensi.
Kalau anak sudah memiliki “perpustakaan porno” di dalam kepalanya, bagaimana caranya mengedukasi?Misalkan sudah benar-benar parah memory itu berada di dalam otak. Walaupun diberikan ilmu agama sebanyak apapun, memory itu tetap ada kan?
Iya betul.Menghilangkan pornmemory nya itu yang memang sulit.Beberapa teknik terapi bisa kita lakukan untuk membantu.Jadi, kalau sudah cukup lama mengakses dan cukup parah tingkat kecanduannya, maka sesi terapinya menjadi lebih lama/panjang.Yang kami tangani saat ini bahkan ada yg sudah setahun.Baru 2 bulan ini tidak flash lagi.Namun ini juga belum selesai. Karena mungkin masih ada fase relapse. Jadi, lebih baik mencegah ya daripada mengobati.
Seperti yang disampaikan ibu sebelumnya, saat ini pornografi dengan mudahnya diakses bahkan oleh anak-anak sekalipun.Di iklan TV sehari-hari pun ada adegan yang menurut saya tidak pantas jika ditonton anak-anak. Jika orang tua memilih untuk membatasi atau bahkan tidak mengenalkan anaknya pada media digital seperti TV, gadget, dll, apakah langkah tersebut tepat di era digital saat ini ?Dan bagaimana jika lingkungan tempat tinggal anak justru sebaliknya? Di mana anak-anak lain dengan mudahnya gonta-ganti channel TV, mengakses internet, dll. Apa tidak akan menimbulkan kecemburuan dan protes pd anak ?
Untuk anak-anak, memang orang tua harus membatasi interaksi dengan gadget dan layar.Tentu saja bukan sekedar melarang atau membatasi. Jadi ortu harus bisa komunikasi dengan baik, benar, dan menyenangkan .Dan juga harus bisa menerapkan disiplin dengan kasih sayang.Harus ada bounding antara orang tua dan anaknya.Sampaikan pada anak alasan kita melarangnya.Kita juga harus menciptakan lingkungan yang mendukung pengasuhan kita.Untuk itu, kita harus menggalang kerjasama baik di keluarga maupun di masyarakat.Ambil hpnya atau tidak memberi handphone.Karena yang penting adalah edukasinya.Di sini, memang dituntut kedekatan anak dengan orang tuanya agar tercipta kepercayaan anak kepada orang tua. Bila anak tahu alasan kita membatasi gadgetnya, maka anak akan mudah menerimanya.
Lalu, bagaimana caranya mengedukasi anak secara efektif untuk yang berumur kisaran SD dan sederajatnya? Karena tidak mungkin kita memberikan pengetahuan yang berat tentang apa bahaya pornografi dll..
Mengedukasi anak itu suatu keharusan. Memang perlu disederhanakan bahasanya sesuai dengan usia anak. Untuk anak SD, kita bisa mulai dengan penjelasan bahwa kita semua diberi otak di dalam kepala kita. Beritahukan kepada anak gambar otaknya.Jelaskan bahwa otak ini yang membuat kita pintar, lebih pintar dan cerdas daripada binatang.Namun, otak kita bisa rusak.Kita contohkan misalkan dengan membuat lubang-lubang pada gambar otak tersebut.Lalu kita beritahukan, bahwa salah satu yang merusak otak adalahketika kita mrlihat yg tdk baik. Lalu diskusikan apa saja yang baik dan yang boleh kita lihat, dan apa yang tidak baik, yang tidak boleh kita lihat.
Bagaimana jika orang tua sibuk sehingga tidak bisa memperhatikan tanda tanda kecanduan pornografi? Bagaimana cara orang tua untuk bisa tahu?Lalu, bagaimana penanganan yg dapat dlakukan orang tua untuk anak yang kecanduan, apakah harus dengan bantuan psikolog?
Sesibuk apapun, orang tua seharusnya tetap perhatian pada anak.Harus tahu aktivitas anak dan bahasa tubuhnya. Beberapa indikator anak yg kecanduan porno :
– senang menyendiri dengan gadgetnya.
– tertutup. Hpnya juga tidak boleh dilihat kecuali oleh yang memang sama minatnya.
– main hanya dengan teman tertentu yang sama2 suka gadget
– “mager” atau tidak suka aktivitas outdoor, yg aktif atau yang terdapat interaksi sosial.
– tidak suka diajak bicara
– kalau di kamar mandi lama
– senang melihat detail tubuh orang.
– mata terlihat kosong.
Memang bila tidak teliti, secara fisik tidak terlihat tanda-tanda kecanduan porno.Ini juga yang membuat agak sulit mendeteksinya.Tidak seperti kasus kecanduan napza yang terlihat jelas perubahan fisik yang mencolok. Padakasus kecanduan porno biasanya terdeteksi pada stadium yang tinggi yaitu bila sudah muncul “acting out” atau menampilkan perilaku seksualnya seperti masturbasi, memperkosa, mensodomi dll.
Penjelasan lebih lanjut tentang pornografi dan dampaknya serta perlindungannnya bisa dibaca di dalam buku “The drug of The New Millennium” karya Dr. Mark Kastlemen, seorang psikiater di Amerika . Bukunya sudah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Yayasan Kita dan Buah Hati.
Maka, mengingat bahaya dari pornografi ini, sebagai orangtua kita seharusnya menjadi lebih waspada.Bagaimanapun, lebih baik mencegah daripada mengobati.
(26 Maret 2016, Diskusi FC#4)
Pemantik : dra. Perwitasari (Psikolog, konselor, trainer di YKBH dan RSIA KMC)
Moderator : Zuhay Ratuz Zaffan FIM 15
Notulis : Melinda Nurimannisa FIM 13